SUDAH empat kali pertemuan aku memberi pelatihan menulis untuk anak-anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas 1 Martapura, Provinsi Kalimantan Selatan.

Ini pengalaman yang sangat berbeda dari sekian pengalamanku memberikan pelatihan menulis selama ini. Karenanya aku merasa perlu menuliskannya di sini secara bersambung.

Tulisan pertama ini dimulai bagaimana awal aku mendapatkan tawaran mengajar, dan apa yang harus aku persiapan. Sebab aku sadar, aku akan menghadapi para peserta belajar menulis yang “istimewa”.

***

“Maukah mengajar menulis di LP Khusus Anak?”

Tanpa berpikir bahwa itu berarti mengajari anak-anak yang bermasalah, aku langsung saja mengiyakan—karena pada dasarnya aku tidak akan menolak permintaan mengajar atau memberikan pelatihan menulis selama tak ada halangan.

Pertanyaan itu disampaikan sahabatku Hajriansyah, Ketua Dewan Kesenian Banjarmasin, jelang akhir tahun 2022 lalu, melanjutkan permintaan dari Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kelas 1 Martapura, Provinsi Kalimantan Selatan.

Sampai kemudian aku menyadari, ini bukan seperti yang sudah-sudah. Bukan memberi pelatihan untuk kalangan pelajar dan mahasiswa, atau calon-calon penulis, yang sudah cukup sering aku lakukan. Ini jauh berbeda. Aku akan menghadapi anak-anak yang secara sikap dan perilaku tak bisa kuduga. Mereka di antaranya terlibat masalah narkotika, pencurian, dan penganiayaan.

Bukan saja secara usia (termuda 14 dan tertua 19 tahun) dan pendidikan (paling banyak hanya sampai bangku SMP), tetapi juga secara pengetahuan dan pemahaman tentang pelajaran apa yang akan mereka terima, yakni menulis cerpen dan puisi. Sesuatu yang sudah pasti cukup asing bagi sebagian besar mereka. Atau bahkan tidak pernah  mendengar dan mengenal kata itu. Sebab, pelatihan menulis ini tidak lahir dari keinginan mereka, melainkan program dari LPKA tempat mereka dibina.

Bila memberikan pemahaman menulis kepada para mahasiswa dan calon penulis saja tidak selalu mudah, bagaimana pula dengan anak-anak ini? Bisa bayangkan sendiri.

Aku lalu bertemu Zika, Staf Seksi Pembinaan LPKA, yang menjalankan program pelatihan menulis LPKA. Kami mengatur jadwal pelatihan. Direncanakan pelatihan berlangsung selama 3 bulan dengan 12 kali pertemuan. Sembari itu, ia pun mengingatkan tentang anak-anak binaan yang akan aku hadapi. “Pastinya berbeda dengan anak-anak di luar sana. Mungkin akan ada yang sulit diatur, tidak memperhatikan, dan lain-lain. Yeah.., tahu sendirilah nanti saat mengajar,” ucapnya sambil tersenyum penuh arti.

Dan aku mengerti maksudnya.

Kembali aku memikirkan bagaimana caranya nanti memberikan pelajaran kepada anak-anak ini. Tidak hanya soal cara atau metode agar pelajaran yang kuberikan bisa mereka terima dan pahami, namun yang jauh lebih sulit adalah membangun hubungan komunikasi dengan mereka.

Facebook Comments