BALAI Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan menggelar Bimtek (Bimbingan Teknis) Menulis Cerita Anak Berbahasa Banjar selama tiga hari. Dimulai dari Rabu, 28 – 29 – hingga Jumat 30 September 2022.

Dengan peserta terbatas hanya 40 orang, yang dipilih berdasarkan seleksi berupa karya yang dikirimkan, bimtek ini menghadirkan tiga narasumber yang masing-masing mengisi materi satu hari. Yang menarik, peserta tidak hanya berasal dari Banjarbaru, tempat di mana Balai Bahasa berada sekaligus sebagai tempat pelaksanaan, melainkan juga ada peserta yang berasal dari Tapin, Barabai, dan Barito Kuala.

Pada hari pertama dihadirkan narasumber Sandi Firly, penulis cerpen juga novel, dengan materi Proses Kreatif Penulisan Cerita Anak.

Sebelum masuk pada materi proses kreatif, Sandi terlebih dulu menerangkan bahwa anak-anak memiliki jenjang bacaan. Mulai dari pembaca dini atau prabaca (0-5 tahun), pembaca awal (6-10 tahun), pembaca lancar (10-12 tahun), pembaca madya (13-15 tahun), dan pembaca mahir (16 tahun ke atas).

Pada bimtek ini, kata Sandi, Balai Bahasa meminta agar materi penulisannya diarahkan untuk anak yang berada pada jenjang pembaca lancar, yakni anak usia 10-12 tahun, atau usia pendidikan kelas 4-6 SD.

Selanjutnya Sandi memaparkan jenis buku seperti apa saja yang dibaca anak pada usia itu. Masuk pada teknis, penulis yang juga founder asyikasyik.com ini menjelaskan unsur-unsur penting yang mesti terdapat pada cerita anak. “Secara bahasa, cerita harus mudah dimengerti oleh mereka. Yang terpenting juga adalah bahwa cerita itu mesti memuat amanat atau pesan,” katanya.

Sedangkan pada tokoh utama cerita, terang Sandi, dapat berfungsi sebagai identifikasi diri bagi si anak yang membaca. “Karenanya, tokoh utama anak ini pada akhir cerita harus dibuat senang, dan bahagia. Jangan sampai tokoh ini kalah atau berakhir sedih, karena itu bisa meninggalkan trauma kepada si anak pembaca,” cetusnya.

Pada cerita anak, lanjut Sandi, juga harus memperhatikan hal-hal terlarang atau perlu perhatian khusus. Disebutkan, cerita anak tidak boleh memuat di antaranya seks atau pornografi, sadisme, paham berbahaya, juga kata atau kalimat kasar dan jorok. “Penting sekali memperhatikan pilihan kata dalam menulis cerita anak. Karena pada dasarnya anak-anak suka meniru, maka hindari penggunaan kata yang kasar atau jorok, agar mereka tidak turut meniru,” jelas penulis yang pernah terpilih mengikuti Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) Bali, sebuah festival berskala internasional.

Sandi juga mengajak peserta secara aktif berdiskusi. Yakni dengan saling memberi komentar, koreksi, tak terkecuali juga pujian pada karya-karya peserta saat dibacakan.

Syahrul, salah satu peserta berkomentar, dari bimtek ini diketahui bahwa menulis cerita anak ternyata tidaklah sesederhana yang dikira. “Tidak semata bagaimana mencari ide dan menuliskannya, tapi juga ada banyak hal yang perlu diperhatikan agar ceritanya tepat untuk dibaca oleh si anak,” ujar peserta asal Martapura, Kabupaten Banjar ini. “Belum lagi harus berbahasa Banjar,” tambahnya.

Sebelumnya, pada saat pembukaan, Kepala Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan Muhammad Lutfi Baihaqi menjelaskan, bimtek ini dimaksudkan untuk mencari cerita atau penulis khusus anak. “Sebab kita masih kekurangan cerita-cerita anak, khususnya dalam bahasa daerah yakni Banjar,” ucapnya, yang didampingi Kasubbag Umum Balai Bahasa Mangara Siagian S.

Sebab itulah, dengan bimtek ini Lutfi berharap akan diperoleh output berupa cerita-cerita anak yang nantinya bisa ditayangkan secara online di bloom library.  “Namun kami juga mengupayakan agar bisa dibuat dalam bentuk cetak atau buku,” ujarnya.

Sementara pada hari kedua bimtek, narasumber yang dihadirkan adalah Nailiya Niikmah, penulis yang juga dosen Politeknik Negeri Banjarmasin. Nailiya membawakan materi Lokalitas Dalam Cerita Anak. Pada hari ketiga, narasumber Johnny Tjia, yang merupakan periset serta pegiat program bloom, dengan materi Penulisan Cerita Anak dan Publikasi  Karya dalam Program Bloom.@