MENUNGGU BULAN DATANG
rumah malam ini sepi
bekas matahari telah
pergi dari dinding
tak ada lagi nyanyian
tiada yang bernyanyi
aku hanya menunggu
bulan akan datang
di langit padat awan
seperti akan hujan
kau masih di jalan
kota yang lengang
tak akan pernah singgah
kegaduhan dan deru
dari kota kelahiran
yang dipenjara: jalan
ke keramaian dijaga
wajahwajah curiga
yang tampak. di kursi
sepanjang trotoar
gerbang masuk-keluar
dalam diriku, siapa peduli?
RUANG KELAS DALAM TELEPON
ia buka layar telepon di tangan
lewat pintu ia pun masuk
tak ada tempat tidur di sini
ia bangun ruang kelas dan
gedung sekolah. sepi
ingin dipanggil kawankawannya
memulai belajar di ruang kelas
di genggamannya telepon kecil
diacung ke atas, gedung sekolah
bagaikan terkena gempa besar
ia masuk ke dalam kelas
dari pintu di telepon genggam
lalu dikunci, hingga malam
ia terbangun dari tidur
MUNGKIN AKU MEMBAYANG DI BIBIRMU
jika aku benarbenar tiada
di sisimu. pergi ke tanah jauh,
laut luas, gunung dan langit
amatlah sunyi dalam mata
mungkin aku akan membayang
di bibirmu untuk kau benci-caci
juga disayangi. di matamu aku
ialah kanakkanak yang perlu
dimarahi + diajari juga dibelai
di hatimu? sebatang kayu
mengapung; genangan dongeng
namun sangat tua untuk dikisahkan
buih yang cepat pecah oleh empasan
gelombang. pasirpasir yang buyar
karena langkahmu
jika aku tiada mungkin
hanya tanah merah yang indah
buat menanam tubuh. untuk
bertaman di antara kesibukan
dan kesepianmu…
kalau benarbenar aku tak terlihat
lagi dari tatapanmu,
barangkali kita akan rindu
sepoi angin, gerimis indah, santapan
di meja. terhidang dan kita
nikmati. ya