MENUNGGU BULAN DATANG

rumah malam ini sepi
bekas matahari telah
pergi dari dinding
tak ada lagi nyanyian
tiada yang bernyanyi

aku hanya menunggu
bulan akan datang
di langit padat awan
seperti akan hujan
kau masih di jalan
kota yang lengang

tak akan pernah singgah
kegaduhan dan deru
dari kota kelahiran
yang dipenjara: jalan
ke keramaian dijaga

wajahwajah curiga
yang tampak. di kursi
sepanjang trotoar
gerbang masuk-keluar

dalam diriku, siapa peduli?


RUANG KELAS DALAM TELEPON

ia buka layar telepon di tangan
lewat pintu ia pun masuk
tak ada tempat tidur di sini
ia bangun ruang kelas dan
gedung sekolah. sepi

ingin dipanggil kawankawannya
memulai belajar di ruang kelas
di genggamannya telepon kecil
diacung ke atas, gedung sekolah
bagaikan terkena gempa besar

ia masuk ke dalam kelas
dari pintu di telepon genggam
lalu dikunci, hingga malam
ia terbangun dari tidur


MUNGKIN AKU MEMBAYANG DI BIBIRMU

jika aku benarbenar tiada
di sisimu. pergi ke tanah jauh,
laut luas, gunung dan langit
amatlah sunyi dalam mata

mungkin aku akan membayang
di bibirmu untuk kau benci-caci
juga disayangi. di matamu aku
ialah kanakkanak yang perlu
dimarahi + diajari juga dibelai

di hatimu? sebatang kayu
mengapung; genangan dongeng
namun sangat tua untuk dikisahkan
buih yang cepat pecah oleh empasan
gelombang. pasirpasir yang buyar
karena langkahmu

jika aku tiada mungkin
hanya tanah merah yang indah
buat menanam tubuh. untuk
bertaman di antara kesibukan
dan kesepianmu…

kalau benarbenar aku tak terlihat
lagi dari tatapanmu,
barangkali kita akan rindu
sepoi angin, gerimis indah, santapan
di meja. terhidang dan kita
nikmati. ya

Artikel sebelumnyaBUKU SEJAGAT MATA SEMESTA KARYA BUYA AL-BANJARI DILUNCURKAN 
Artikel berikutnyaKI MAS LALANA WAN UMANYA BARIRISTAAN
Isbedy Stiawan ZS
Lahir di Tanjungkarang, Lampung, dan sampai kini masih menetap di kota kelahirannya. Ia menulis puisi, cerpen, dan esai juga karya jurnalistik. Dipublikasikan di berbagai media massa terbitan Jakarta dan daerah, seperti Kompas, Republika, Jawa Pos, Suara Merdeka, Pikiran Rakyat, Lampung Post, Media Indonesia, Tanjungpinang Pos, dan lain-lain. Buku puisinya, Kini Aku Sudah Jadi Batu! masuk 5 besar Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud RI (2020), Tausiyah Ibu masuk 25 nomine Sayembara Buku Puisi 2020 Yayasan Hari Puisi Indonesia, dan Belok Kiri Jalan Terus ke Kota Tua dinobatkan sebagai 5 besar buku puisi pilihan Tempo (2020) Buku-buku puisi Isbedy lainnya, ialah Menampar Angin, Aku Tandai Tahilalatmu, Kota Cahaya, Menuju Kota Lama (memenangi Buku Puisi Pilihan Hari Puisi Indonesia, tahun 2014): Di Alunalun Itu Ada Kalian, Kupukupu, dan Pelangi, dan Kau Kekasih Aku Kelasi (2021). Kemudian sejumlah buku cerpennya, yakni Perempuan Sunyi, Dawai Kembali Berdenting, Seandainya Kau Jadi Ikan, Perempuan di Rumah Panggung, Kau Mau Mengajakku ke Mana Malam ini? (Basabasi, 2018), dan Aku Betina Kau Perempuan (basabasi, 2020). Isbedy pernah sebulan di Belanda pada 2015 yang melahirkan kumpulan puisi November Musim Dingin, dan sejumlah negara di ASEAN baik membaca puisi maupun sebagai pembicara. Beberapa kali juara lomba cipta puisi dan cerpen.