kabun para tumbuhan halalang
uma labat kada katabasan
amun kada bubuhan dalang
siapa manjaga adat batutur lisan
Membicarakan soal Wayang atau ba-Wayang maka tak lepas dari unsur seni sastra. Setidaknya dalam hal penceritaan yang disampaikan para dadalang wayang adalah bagian dari unsur sastra lisan, sastra bertutur. Wayang atau bawayang adalah bentuk penyajian cerita yang bersumber dari sebuah perkembangan peradaban jua budaya namun tak lepas dari nilai-nilai religi (agama/kepercayaan) masa lampau tetapi juga tetap relevan dengan pergerakan zaman.
Eyang Bambang Eka Prasetya (BEP) menuturkan dalam bahasa beliau, ba-Wayang adalah bagian dari usaha pencarian sekaligus menyebar kebajikan. Tentu saja jika bicara kebajikan maka di sana jua tentu ada nilai-nilai luhur yang melekat bersamanya. Edukasi, tatanan moral, kebaikan, filosofi hidup atau lebih khusus lagi tentang pelajaran akan kehidupan itu sendiri. Mengangkat tema besar dengan rangkaian kalimat; “Narasi Yang Hilang di Balik Umbayang Wayang”, maka yang jadi tujuan utama giat ini adalah tentu saja sebagai usaha dan mencoba menggali serta menafsirkan lebih jauh narasi atau kisah-kisah dalam tiap pementasan wayang hingga kelak pada akhirnya mendapatkan formula untuk melestarikan sekaligus menjaga marwahnya sebagai warisan seni dan budaya banua.
Dikemas dengan acara sarasehan, tersebab yang didaulat berbicara adalah mereka para akademisi (ahli) dan praktisi (dalang). Malam menjelang. Acara yang berlangsung Kamis (27/1/2022) pagi di Pendopo Kabupaten HST berakhir sore. Meski disayangkan, bahwa pihak-pihak yang berkompeten sebagai pemeran utama dalam misi mencapai output agenda ini tak sempat mengikuti hingga akhir acara. Meski sempat jadi harapan dan keinginan penyelenggara, namun apa daya begitulah adanya.
Terlepas dari itu, acara hakikatnya berlangsung lancar tanpa kendala.
Pemberian apresiasi dan saling menghargai antara seniman dengan pejabat tinggi daerah (Bupati) berlangsung sukses dan haru. Lukisan potrait tiga dalang yang berpulang hasil goresan kuas di atas kanvas oleh pelukis senior Aswinnoor diserahkan kepada kerabat. Apresiasi diberikan kepada enam dalang dan empat penatah yang masih eksis. Junaid memberikan kejutan dengan memberikan lukisan potrait bupati Aulia yang khas karena berbahan utama pensil warna. Sederhana, namun suasana keakraban dan keceriaan jua hadir di pendopo siang tadi.
Kehadiran Eyang BEP dari Magelang, Eyang Sumari (sekum Sena Wangi) dari Jakarta, Pak Dede dan kawan-kawan dari tim peneliti Balai Bahasa, Dalang Upik (ketua Pepadi Kalsel), rekan seniman, sastrawan, budayawan, akademisi, praktisi, dan pecinta Wayang Purwa Banjar ditambah dengan panduan acara dari Bang Budi Dayak, maka acara sarasehan yang berlangsung sederhana ini boleh dikata cukup memuaskan.