Pameran lukisan “MINORitas” yang digelar di Hatara Cafe, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, pada 17-31 Oktober 2023, telah sukses menampilkan karya-karya dari enam pelukis muda, yaitu Alfitrah Zaki, Farid Jureas, Gadis Mahendra, Gt. Raisa, Nabila, dan Melati Yusuf. Pajang karya 6 Perupa muda ini diinisiasi oleh Art.Production, sebuah event organizer yang berfokus mengadakan event-event seni rupa.

Pameran ini mengusung tema “MINORitas” untuk menggambarkan posisi seniman sebagai kelompok minoritas dalam masyarakat. Seniman seringkali dianggap sebagai orang yang berbeda, baik dari segi cara berpikir, cara hidup, maupun cara berkarya. Pameran Lukisan MINORitas dibuka oleh dr. Winda Oktari Sp.K.J dan dihadiri juga Ketua dan beberapa teman dari komunitas Ikatan Pelukis KalSel, dan umum. Turut hadir jua dr. Ardi Eko Marsanto Sp.OG (Direktur RS. Almansyur Medika).

dr. Winda Oktari Sp.K.J
dr. Ardi Eko Marsanto Sp.OG

Dalam tulisannya untuk pameran ini, Yaksa Agus, seorang pelukis, kurator, dan penulis asal Yogyakarta, menjelaskan bahwa seniman adalah kelompok minoritas karena mereka memiliki gaya dan cara berkarya yang berbeda dari kebanyakan orang. Seniman tidak selalu mengikuti tren atau mengikuti apa yang dianggap umum. Mereka memiliki visi dan ide mereka sendiri yang ingin mereka ekspresikan melalui karya seni mereka.

Karya seni selayaknya mampu menunjukkan ekspresi diri dan intuisi si senimannya. Seberapa jauh para pelukis muda ini mampu menunjukkan itu. MINORItas di sini dimaksudkan bahwa para pelukis yang berpameran ini tumbuh dan berkarya dilingkungan yang mendukung, tentu banyak orang yang belum bisa memahami proses kreatif yang dibawa mereka. Tetapi, sesunguhnya seniman memang minoritas, tidak semua orang bisa mengapresiasi jalan pemikirannya. Kebanyakan masyarakat menginginkan keindahan, maka perlu tenaganya, tetapi apakah kemudian apresiasi yang diterima sudah pas? Kebanyakan, banyak yang belum bisa memberi apresiasi yang pantas.

Yang sering kali tidak dipahami, bahkan oleh banyak seniman hari ini adalah penghayatan , kekhusukan dalam memahami dan nerasakan betul seluk beluk apa yang ingin di ekspresikan. Maka sebuah pengalaman didalam dirinya inilah, akan memunculkan proses pematangan intuisi menuju pematangan imajinasinya. Dan pematangan proses imajinasi inilah sesungguhnya yang menghadirkan sebuah ekspesi dalam setiap karya.

Tentu kawan-kawan yang berpameran kali ini, sedang mengawali proses kesana. Apakah mampu bertahan untuk terus berkarya, dijalur ekspresi dan gaya pilihannya. Tantangan yang dihadapi, sesungguhnya sederhana. Seberapa mampu untuk meyakinkan publik yang luas, tentang gagasan-gagasannya.


Setiap seniman punya kekhasan, masing masing punya potensi dalam diri untuk berkembang, seperti yang tengah disajikan dalam pameran ini. Disisi lain, seniman punya godaan untuk mengejar untuk mirip dengan karya seniman lain, yang terkenal, yang diidolakan. Tetapi ketika ditelisik masuk kedalam, sesungguhnya seorang seniman punya orisinalitas. Pasti satu sama lain akan berbeda.

Dari sinilah, kita bisa fahami kenapa seniman itu bisa dikatakan minoritas dalam kehidupan masyarakat. Seniman satu dengan yang lain saja berbeda, apalagi dengan profesi umum yang ada di tengah masyarakat kita. Keberadaan seniman semestinya menjadi creative minority (minoritas kreatif). Yang menjadikan bangun dan berdirinya sebuah peradaban. Tidak ditentukan dari banyak tidaknya orang yang menjadi partisipan, tetapi dari kekonsistensian sebuah kelompok kecil atau creative minority.

Pameran “MINORitas” merupakan sebuah pameran yang penting untuk disimak. Pameran ini menunjukkan bahwa seniman muda di Kalimantan Selatan memiliki potensi yang besar untuk berkarya dan berkontribusi bagi perkembangan seni rupa Indonesia.

Facebook Comments