Catatan Kurator: 

Sejak panitia mengumumkan penjaringan untuk Antologi Puisi Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival di akun fb Banjarbaru Litfest hingga tanggal tenggat 10 September 2020, tercatat 375 pengirim yang berpartisipasi.

Teks yang kami terima dari panitia tidak punya nama (panitia sengaja menghapus nama-nama penulis) sangat melonggarkan jalan keberanian kami dan bila ada pengirim “semacam nama-nama besar”  tetapi tidak masuk dalam pilihan kami maka itu bukan masalah bagus tidak bagus puisinya tetapi beberapa pertimbangan di atas dan kesadaran puitik – secara subyektif, barangkali belum berjodoh saja – dan puisi Anda akan punya nasib lain, boleh jadi sebenarnya puisi itu punya posisi di ruang yang lebih agung dan lebih bermartabat untuk menyatakan bahwa keputusan kami adalah keputusan yang paling salah di dunia, di dunia perpuisian saat memilahnya.

Tentang Banjarbaru adalah tema antologi Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival tahun ini, batasan yang menjadi wajib dikerubung, diolah, disiasati, diimajinasikan; lebih tepatnya dipuisikan. Apa saja yang bisa diungkapkan tentang Banjarbaru, mau dibawa ke mana teks itu perihal Banjarbaru, atau bagaimana cara memuisikan Banjarbaru itu. Apakah sekadar melacaknya di wadah pelacak kata ataukah hanya sebagian kecil dari pengetahuan tentangnya atau hanya sebagai kenangan yang hampa atau ada hal-hal kreatif yang hadir dari kekuatan mengolah rangkaian kata-kata puitiknya untuk menjadikan puisi yang dikirim sebagai puisi final, matang dan tidak harus dipermak diservis ulang oleh petugas penjaga gawang bernama editor dengan tingkat kesalahan yang bisa diatur negosiasi atau tidak diapa-apakan lagi, ini bergantung kemampuan sang pengirim puisi itu sendiri.

Benarkah penulisan kata ‘banjarbaru’ atau ditulis dengan ‘banjar baru’ atau wajib menggunakan hurup lain antara /b/ dengan /B/ ? Bingkai tema pula yang menggiring kami untuk sangat berani bahwa ini puisi diteruskan melenggang ke calon kumpulan buku antologi dan puisi lain boleh menunggu di luar arena, sangat subyektif dengan kesadaran puitis diutamakan. Bila ada puisi bicara tentang kota sebagai ikatan tema maka pertanyaannya adakah penanda khusus dari seluruh rangkaian kata dalam puisi itu yang memberi isyarat bahwa ‘ditujukan spesial untuk kota bernama ‘banjarbaru’ atau bahkan menjadi kota yang lain, walau niatnya ke arah sana tetapi penanda khusus itu mau tidak mau suka tidak suka harus ada karena teks puisi telah dikungkung oleh tema, bukan lagi universal yang diolah oleh sang penulis puisi, terlacakkah kita akan hal ini. Banjarbaru bukan hanya Cempaka, bukan hanya Mingguraya, bukan hanya Loktabat, bukan hanya Danau Seran bukan hanya Kindai tetapi semua unsur itu adalah satu-kesatuan yang padu, tinggal kedalaman yang serupa apa memainkan imajinasinya ke dalam diksi-diksi sebagai ungkapan puitis, sungguh puisi ternyata membahagiakan dan sangat amat mengasyikkan.

Akhirnya, dengan mempertimbangkan kesesuaian tema dan isi, kami memilih dan menetapkan 101 puisi untuk masuk dalam Antologi Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2020 yaitu sebagai berikut:

  1. Aan Setiawan, Tualang Singgah Di Kotamu
  2. Ade Novi, Banjarbaru Dalam Puisi
  3. Adhi Darmadji Woko, Merindu Banjarbaru
  4. Agung Wicaksana, Diaroma Minggu Raya
  5. Akhmad Sekhu, Gemuruh Hujan di Banjarbaru
  6. Ali Syamsudin Arsi, Rentang Sayap Burung-burung Murdjani
  7. Amrin Tambuse, Di Danau Cempaka, Kau Larung Kenangan
  8. Andi Jamaluddin, Wajah Sebait Puisi Bagi Banua
  9. Anugrah Gio Pratama, Ihwal Mingguraya
  10. Ariffin Noor Hasby, Banjarbaru: Nada Kampung Dalam Nadi Sajak
  11. Arther Panther Olii, Gunung Apam
  12. Asril Koto, Masa Sunyi
  13. Atut Dwi Sartika, Puisi Itu Bernama Banjarbaru
  14. Badaruddin Amir, Ekstasi Cinta
  15. Bambang Kariyawan Ys, Senja di Banjarbaru
  16. Bambang Widiatmoko, Menunggu Van der Peijl dan Murjani
  17. Budhi Setyawan, Sepoi Angin di Danau Caramin
  18. Budi Saputra, Narasi Hujan Bersurai Emas
  19. Bung Fakhruddin, Kota Puisi (Mengenang Nadjmi Adhani, walikota Banjarbaru)
  20. Cendra D, Festival Hujan
  21. Dahrial Iskandar, Musim Hujan di Banjarbaru Kulepas Rindu
  22. Daviatul Umam, Danau Seran Menjelang Hujan
  23. De Eka Putraka, Menyusuri Setapak Kisah Lama Banjarbaru
  24. Dedi Tarhedi, Lelaki Yang Mengajarkan Bening Embun Di Daun
  25. Desi Arisani, Kenangan Rindu
  26. Devie Sofia Solihah, Air Mata Cempaka
  27. Dewa Putu Sahadewa, Duka Banjarbaru
  28. Eddy Pranata, Hujan Rindu Banjarbaru
  29. Eka Budianta, Gerimis Di Banjarbaru
  30. Eko Ragil Ar-Rahman, Malam Hujan di Cangkir Kopi : Kepada Agung, Zham, dan semua yang  (pernah) tiba
  31. Emi Suy, Hutan Pinus Mentaos Banjarbaru
  32. Fahmi Wahid, Gaung Aksara DI Penjuru Lanskap Kota Idaman
  33. Fazlur Rahman, Di Jantung Kota Banjarbaru
  34. Foeza Hutabarat, Pohon Kata
  35. Gunta Wirawan, Kopi Adalah Perjamuan Paling Sakral untuk Merayakan Malam
  36. Herry Abdi gusti, Pendar Banjarbaru
  37. Herry Trunajaya BS, Kami Iri Hati Padamu
  38. Heru Mugiarso, Membaca Tubuhmu Dalam Hujan: Ingatan buat (almh) Agustina Thamrin
  39. I Made Suantha, Imajinasi Banjarbaru
  40. Idhey Detty, Hikayat Rindu Kotamu
  41. Ikhlas El Qasr, Perihal Kota, Kenangan dan Puisi
  42. Ikhsan Risfandi, Senandika Tiga Taman
  43. Indon Wahyudin, Dalam Dekapan Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2018
  44. Irvan Mulyadie, Pulang Ke Banjarbaru
  45. Isna Syifa Azizah, Permintaan Di Banjarbaru
  46. Iswadi Bahardur, Jika Aku Ke Banjar
  47. Itov Sakha, Gawi Sabarataan
  48. Jauza Imani, Tempat Kita Semestinya Bertemu
  49. Julia Sri Utami, Cerita Tentang Sketsa Wajah Agustina Thamrin dan Hudan Nur
  50. Jusmaniar, Tongkat Rebah; Tribute to wali kota banjarbaru
  51. Kurnia Effendi, Menjadi Sungai
  52. Kurniawan Junaedhie, Saat Sebentar Singgah Di Banjarbaru
  53. Lailatul Kiptiyah, Malam Badamaran
  54. Lusia Yasinta Meme, Tentangmu Banjarbaru
  55. Firdaus Rahmatullah, Merawikan Banjarbaru
  56. Rahim Arza, 2015, Poetry In Action dalam Kepungan Ben
  57. Zaini, Dari Mangata di Pancuran Minggu Raya, Malam Itu
  58. Martalena, Puisi Dari Bumi Serawai Untuk Banjarbaru
  59. Moh Mahfud, Banu; Tentang Hujan dan Segala Persoalan Rindu
  60. Muhammad Daffa, Singgah Di Mingguraya
  61. Muhammad Ibrahim Ilyas, Kau, Aku, Dan Banjarbaru : Ingat Arsyad Indradi dan Hudan Nur
  62. Muhammad Lefand, Banjarbaru Dalam Ingatan
  63. Nia Samsihono, Hutan Pinus Mentaos
  64. Nok Ir, Musim Berkasih Hujan: Kepada Yang Berpulang dalam Kenangan
  65. Norham Abdul Wahab, Hujan Di Banjarbaru: terkenang Nadjmi Adhani
  66. Nugroho Ibnu Purwadityo, Ber(banjar) Rindu Mem(baru) Biru
  67. Nyoman Sukaya S, Batu Di Taman Kota
  68. Oka Miharza S, Gerimis Hujan
  69. Putu Fajar Arcana, Hutan Pinus Tepi Kota : Banjarbaru
  70. Ragdi F. Daye, Frekuensi Radio
  71. Rahem, Bundaran Simpang Empat ; Banjarbaru
  72. Rai Sri Artini, Kotamu
  73. Ratna Ayu Budhiarti, Intan Cempaka
  74. Rezqie M. A. Atmanegara, Ziarah Perspektivisme Eksplisit Di Pendar Mata Antusiasme Reminisensi Dirk Andreas William Van Der Peijl
  75. Rilen Dicki Agusti, Musim Kemarau Disungai Martapura
  76. Riri Satria, Jejak Puisi Kita di Banjarbaru
  77. Rissa Churria, Banjarbaru Memanggil
  78. Rizky Burmin, Membaca Van Der Pijl
  79. Rory Aksara, Hitam Putih di Kota Idaman
  80. Roymon Lemosol, Kota Idaman
  81. Ruhan Wahyudi, Banjarbaru, Aku dan Surat Rindu
  82. Salimin Ahmad, Di Awal Musim Hujan
  83. Sam Mukhtar Chaniago, Lusa Masih Ada Rinai Di Banjarbaru
  84. Sami’an Adib, Arung Martapura: Terkenang Agustina Thamrin
  85. Siamir Marulafau, Curah Hujan Di Kotaku
  86. Siti Rukayah, Banjarbaru, Kenangan dalam Hujan
  87. Siti Salmah, Pemabuk Puisi dan Banjarbaru
  88. Sulaiman, Aku Mencarimu ke Banjarbaru
  89. Tati Y. Adiwinata, Kota Puisi
  90. Tato A Setyawan, Suatu Hari Di Banjarbaru
  91. Umar Zein, Penyair Berjubah Majas
  92. Vivin E, Si Mata Senyum dari Banjarbaru
  93. Wayan Jengki Sunarta, Di Banjarbaru Selalu Ada Rindu
  94. Witanul Bulkis, Kunanti Di Minggu Raya
  95. Yahya Andi Saputra, Ihwan Perempuan Surga
  96. Yoe Irawan, Kota Hujan Sajak
  97. Yoevita Soekotjo, Kepada Ia Yang Pergi : In memoriam Bapak Walikota Nadjmi Adhani : Serta Penyair Agustina Thamrin
  98. Yohan Fikri Mu’tashim, Secarik Sepi Yang Terbentang di Sepanjang Caramin
  99. Yose S. Beal, Perempuan Meratus di Pinus Mentaos
  100. Zainur Rahman, Ketika Puisi Susut Di Alismu : Banjarbaru
  101. Zayyil, Delia

Adapun 3 puisi terpilih pilihan kurator  adalah:

  1. ZIARAH PERSPEKTIVISME EKSPLISIT DI PENDAR MATA ANTUSIASME REMINISENSI DIRK ANDREAS WILLIAM VAN DER PEIJL (Rezqie MA. Atmanegara)
  2. DI DANAU GALUH CEMPAKA, KAU LARUNG KENANGAN (Amrin Tambuse)
  3. PEMABUK PUISI DAN BANJARBARU (Siti Salmah)

Selamat kepada penyair terpilih dan berhak mendapatkan penghargaan berupa uang masing-masing Rp. 1.500.000,00 (potong pajak).

Banjarbaru, 20  September 2020

Ali Syamsudin Arsi

Hudan Nur

 

Catatan Redaksi:

Pelaksanaan Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival diundur. Dari semula direncanakan pada November 2020, dengan alasan Banjarbaru melangsungkan Pilwali, maka pelaksanaannya diundur ke tanggal 15,16, 17 Desember 2020.