BARIS AWAL HALAMAN PERTAMA

kembali halaman pertama
pada baris awal tentang
kupukupu mencari ranting

tahukah ranting itu adalah
kau, maka kupukupu pun
akan hinggap pada kayu
yang menjaga putik

pada halaman pertama
sebuah kitab lama, di baris
pembuka tibatiba tumbuh
ranting. dan aku, aku
merindukan hinggap
yang membuatku lelap

halaman pertama itu

2019


MENGEJAR HALAMAN YANG SISA

beri aku sehalaman
untuk jeda, memberesi
ejaan yang mungkin salah
setelah itu aku susuri
setiap huruf lagi

sebentar saja, agar asma
dan entah apa lagi, pamit
lalu aku kembali mengejar
halaman yang sisa

mungkin terlewati olehmu
aku menemui di lipatan itu

“aku belum ingin ditinggal,
tunggu aku di halaman
sebelas pada baris delapan;
apakah kau masih ingat?” katamu
sambil merekatkan alat itu
ke sesuatu yang tak mungkin
kuhapal namanya

aku menunggu
tak mampu memburu

halamanhalaman itu
begitu terasa beku

2019


MENUJU SURAU;
SUBUH TANPA GIGIL

lalu akan kausebut apa
jika daun di halaman rumahmu
tak lagi dikunjungi embun
dan jalan menuju surau itu
begitu kerontang? subuh tanpa
gigil

lalu akan kaucari di mana
embun yang tak lagi mengetuk
tubuh daun? jalan ke surau
itu kering, subuh yang riang

pergi ke mana? kau mencaricari
ke dalam sumur, ke langit yang
memutih sangatlah terang
angin bekesiur tak lelah
gelombang surut-pasang
membawamu ke dalam tubuhku


DARI KOTA TUA

aku simpan setiap meter dari perjalanan
tadi siang, saat kau entah di mana
jalan riuh. aku berpupur debu dan asap
kendaraan. kudaki jalan layang meski
tak juga melayang bagai orang terbang
kecuali untuk mengelak dari keramaian
tanpa bisa kuhindari kemacetan kota
yang sedang berbenah. dari kota tua
ingin jadi muda kembali. tapi,
siapa mampu mengganjal umur?

kota ini
makin pikun. seorang tua uzur yang
lupa kapan kelahiran dan bila pula
ia mati dan dikubur,

kecuali….

2018/2019


SUJUD BERIBU KALI

maka kubiarkan deru angin
masuk ke telinga
dan berumah di tubuhku
kelak aku akan terbang dibawanya
menembus langit biru, melampaui
pulaupulau. lalu mendarat di kakimu;
sujud beriburibu kali
— bermilmil langkahku —

sebagai pejalan, aku telah
lakukan perjalanan ke dalam diri
untuk menemui Diri yang cahaya

2019

 

foto ilustrasi: Monica Barengo
Artikel sebelumnyaPUISI-PUISI SUMASNO HADI; BATUAPI
Artikel berikutnyaPENGUMUMAN HASIL KURASI ANTOLOGI PUISI BANJARBARU’S RAINY DAY LITERARY FESTIVAL 2020
Isbedy Stiawan ZS
Lahir di Tanjungkarang, Lampung, dan sampai kini masih menetap di kota kelahirannya. Ia menulis puisi, cerpen, dan esai juga karya jurnalistik. Dipublikasikan di berbagai media massa terbitan Jakarta dan daerah, seperti Kompas, Republika, Jawa Pos, Suara Merdeka, Pikiran Rakyat, Lampung Post, Media Indonesia, Tanjungpinang Pos, dan lain-lain. Buku puisinya, Kini Aku Sudah Jadi Batu! masuk 5 besar Badan Pengembangan Bahasa Kemendikbud RI (2020), Tausiyah Ibu masuk 25 nomine Sayembara Buku Puisi 2020 Yayasan Hari Puisi Indonesia, dan Belok Kiri Jalan Terus ke Kota Tua dinobatkan sebagai 5 besar buku puisi pilihan Tempo (2020) Buku-buku puisi Isbedy lainnya, ialah Menampar Angin, Aku Tandai Tahilalatmu, Kota Cahaya, Menuju Kota Lama (memenangi Buku Puisi Pilihan Hari Puisi Indonesia, tahun 2014): Di Alunalun Itu Ada Kalian, Kupukupu, dan Pelangi, dan Kau Kekasih Aku Kelasi (2021). Kemudian sejumlah buku cerpennya, yakni Perempuan Sunyi, Dawai Kembali Berdenting, Seandainya Kau Jadi Ikan, Perempuan di Rumah Panggung, Kau Mau Mengajakku ke Mana Malam ini? (Basabasi, 2018), dan Aku Betina Kau Perempuan (basabasi, 2020). Isbedy pernah sebulan di Belanda pada 2015 yang melahirkan kumpulan puisi November Musim Dingin, dan sejumlah negara di ASEAN baik membaca puisi maupun sebagai pembicara. Beberapa kali juara lomba cipta puisi dan cerpen.