HARI-hari ini, dan amat panjang hingga tahun nanti, kita akan dipertontonkan permainan angka; 1 dan 2. Sejak pencabutan nomor, utak-atik angka itu sudah dilakukan kedua kubu. Macam-macam bentuknya. Dari yang wajar, hingga tak masuk akal. Dari yang terkesan pintar, hingga keblinger.
Tak apa. Mungkin semua lagi gembira. Tidak ada angka yang sial. Baik 1 ataupun 2, bagi masing-masing kubu adalah angka keberuntungan—terkecuali, tentu saja, antar kubu menganggap bahwa angka yang didapat kubu lawannya adalah angka kemalangan atau angka pertanda kekalahan.
Ya, tetap tidak apa-apa juga.
Masing-masing kubu mesti begitu. Membully angka kubu lawan adalah juga sebuah strategi melemahkan mental pendukungnya. Tetapi sejauh ini, kedua kubu sama-sama kreatifnya, sama-sama usilnya, sama-sama ngototnya.
Inilah pemilihan Capres-Cawapres di zaman milenial yang bakal seru—yang keseruan itu, seperti kita ketahui bersama, telah berlangsung bahkan sebelum pendeklarasian kedua pasang calon. Hanya ada dua pasang calon. Dengan rombongan pendukung yang sama keras dan militan. Dibantu perangkat teknologi (media sosial) yang memungkinkan semuanya bisa terlihat dan terbaca terang benderang—yang menit demi menit berseliweran di layar gadget kita.
Masih sulit diramal siapa yang bakal menang—kendati sejumlah survei awal (peta dukungan) sudah dibeberkan. Kita tahu, kadang survei-survei itu juga bagian dari pembentukan opini dan asumsi yang dimaksudkan untuk mempengaruhi massa, terutama yang mengambang, masih mengawang-awang, masih bimbang. Sementara yang telah berpegang teguh pada pilihannya, akan sulit digoyahkan. Semacam cinta mati.
Tidak seperti Pilpres sebelum-sebelumnya yang sudah bisa dengan yakin kita prediksi siapa juaranya, seperti SBY terpilih dulu atau ketika Jokowi maju pertama kali, kini benar-benar sulit ditebak. Barisan pendukung kedua kubu, baik di dunia nyata maupun dunia maya, sama gencarnya mengampayekan jagoan masing-masing, saling klaim juga saling tuding.
Dapat dibayangkan, angka 1 dan 2 akan menjadi begitu populer. Akan terus disebut-sebut, dicatat, diutak-atik, bahkan bagi kedua kubu mungkin sampai kebawa dalam mimpi.
Bagi yang di luar garis keras kedua kubu pendukung, tidak ada pilihan lain, mereka harus memilih 1 atau 2. Pilihannya itu saja. Tidak ada yang lain. Ragu-ragu, salat istikharah bagi yang muslim. Bagi yang beragama lain, silakan gunakan media atau cara spiritual lainnya yang kemungkinan bisa menunjukkan siapa Capres terbaik untuk dipilih.
Apapun cara yang dilakukan kedua kubu, baik mengampanyekan nomor Capresnya atau membully nomor Capres lawannya, itu semua adalah upaya untuk memberikan sugesti (suggestion) kepada pihak di luar lingkaran mereka. Yakni upaya memberikan pengaruh sehingga orang lain mempercayai dan mengikuti nomor pilihannya atau membenci nomor lawannya, dengan tanpa berpikir panjang, dan jika perlu tanpa kesadaran dan pikiran yang rasional. Di sini akan terjadi suatu proses psikologis di mana seseorang atau banyak orang berupaya membimbing, menuntun pikiran, perasaan, atau perilaku orang lain sesuai dengan keinginan yang dikehendaki.
Dan upaya yang paling “keras” yang dilakukan untuk memberikan sugesti ini, ialah dengan memasuki wilayah keyakinan (agama). Semisal mengait-hubungkan angka itu dengan hal-hal yang terdapat di dalam pengetahuan dan pengalaman beragama mereka. Sehingga itu seolah-olah rasional, seolah-seolah sebuah “petunjuk” yang datang dari langit.
Naif memang. Tapi apa boleh buat, di tengah masyarakat yang terlanjur addict terhadap tayangan-tayangan mistis serta reality show yang didramatisir sedemikian rupa, atau sinetron-sinetron yang terlalu banyak plot kebetulannya, sugesti paling buruk namun disampaikan dengan meyakinkan pun akan ditelan mentah-mentah.
Jadi, sejatinya sekarang ini telah terjadi perang sugesti (suggestion) di dunia maya. Kedua kubu akan terus melancarkan serang-serangan untuk merebut hati dan pikiran para netizen, terutama yang belum memiliki keteguhan pilihan salah satu di antara kedua calon. Jangan heran bila orang-orang berubah menjadi “pemuja” angka 1 atau 2.
Lebih dari itu, jangan jadi gila! Hanya karena suka dengan angka 1 atau angka 2, lalu dipilih angka itu semena-mena, tanpa peduli lagi siapa Capres-Cawapresnya. Tetaplah sadar, dan tetap rasional. Lihat dan bacalah Capres-Cawapres di balik kedua angka itu, lalu temukan keyakinan pilihanmu sendiri di sana. Yeha, sebenarnya, saran seperti ini pun bisa jadi tiada guna. Karena semua orang kadung bersuka ria dengan angka.
Tidak ada cara untuk menyadarkan orang yang sedang kepayang, selain nanti kenyataan pahit yang kemungkinan didapat akan menyadarkan. Namun, seperti cinta, terkadang kekaguman kepada seseorang itu tidak saja membutakan, tetapi juga menulikan. Baiklah, sebelum saya terlanjur bicara lebih jauh soal cinta; kamu pilih 1 atau 2?@