KUKIRA, tak ada yang lebih tabah dibanding dua calon presiden kita saat ini. Betapa tidak, setiap hari keduanya dibully, dinyinyirin oleh masing-masing kubu pendukung sembari juga dipuja-puji mati-matian.

Sampai-sampai, ada yang bikin status atau gambar kalau kedua capres itu sekarang ini sedang panen pahala, lantaran dibully tiap hari—untuk soal pahala atau tidak berpahala ini, dan juga soal berdosa atau tidak berdosa tukang bully, wallahu’alam.

Saya kerap (hanya) terkagum-kagum dengan semangat para pendukung capres (Jokowi atawa Prabowo) di media sosial ini. Tiada henti-hentinya mereka berkampanye, pagi, siang, malam, hingga pagi lagi, untuk bikin status-status, share tulisan, share gambar, memuji-muji capres sendiri, dan membully capres yang lain. Sambil juga saling nyinyir-nyinyiran.

Sudah tentu mereka tanpa dibayar, suka rela (mestinya mereka dapat pahala). Selalu update perkembangan isu terbaru seputar capres-mencapres, tak tertinggal barang satu jam pun. Seolah tidak rela barang sehama pun capres mereka diremehkan, dan sekuat tenaga dan pikiran terus mendongkrak popularitas capres jagoannya.

Dalam alam demokrasi, apa yang terjadi bisa dianggap wajar-wajar saja, walau mungkin sebenarnya kurang baik—seperti minum susu, enak dan mungkin menyehatkan, tapi kemudian ternyata bikin sakit perut.

Melelahkan?

Oh, tidak. Perjuangan, andai memang melelahkan, tidaklah bagi mereka yang berjuang sungguh-sungguh demi kejayaan apa yang diperjuangkan. Yang tidak seperti mereka tidak akan pernah bisa memahami mengapa mereka berjuang sekeras itu. Ini sudah seperti memperjuangkan sebuah cinta—orang yang sudah kadung cinta, dia rela melakukan apa saja, apalagi sekadar bikin status dan share-share begitu.