PUISI MENULIS TUBUHMU SUATU PAGI
: Kurliyadi
Kata-kata kembali bertamu, bertandang tanpa mengetuk pintu
Persilakan saja ia duduk di ruang depan, sejajarkan dengan buku-buku
Di sebuah rak tua, dan kau pun berupaya menebak aroma metafora
Dari tubuhnya yang setengah menyala. Kau raba bibir dan memahat pagi
Serupa membuka mata jendela yang malu-malu buat terjaga
Tapi ini bukanlah khayali. Kau kembali meraba bagian lain dari dirimu
Barangkali jari-jemari, yang kian lihai berdalih menyusun keping diksi
Kata-kata merasa hampa, ia masuki sebuah ruang suci di rumahmu:
Kamar mandi! dunia yang dibangun dari setumpuk deterjen dan lagu-lagu
Paling sentimentil. “kau sering menyanyi bukan? aku seringkali mengintip
tubuhmu yang khusyuk mengguyur imaji, mengalir deras dari kran setengah berkarat”
Kau biarkan kata-kata tumpah ruah di kamar mandi, menyusuri setiap lekuknya
Yang tampak montok dan seksi. Apakah ada Tuhan singgah berduka di sini?
Kata-kata coba menghibur diri, tapi kau belum merasa mampu buat sekadar halusinasi
Semisal membayangkan seorang Kurliyadi terlahir di dalam kamar mandi, menangis sendiri
Tanpa puisi yang menyusuinya. Susuri relung khayali di kepala, maka akan kau temukan
Jawabnya, atau barangkali telah kau temu satu kesimpulan tentang kamar mandi
Selain kesakralan yang bersembunyi di sebaliknya? Bayangkan saja seorang bidadari kahyangan
Turun ke bumi dan mencoba pura-pura bertamu ke rumahmu, meminjam kamar mandi
Buat sekadar merias diri, lalu mengajak tubuhmu mengudara di angkasa raya
Melepas baju dan celana, saling mengulum metafora yang terbit dari merah bibir
Bayangkan saja dan ayo kembali ke ruang tamu, gotong serta kata-kata
Yang tampaknya ketagihan beronani di dalam kamar mandi!
Desember 2021
ALMARHUMAH MINAH
Sebagaimana puisi dimabukkan cahaya
Begitu pula jiwaku yang rimbun mengingat Minah
Perempuan yang berumah di buku-buku sejarah
Di sebuah minggu yang merdeka,
Minah tiba dengan sepasukan metafora