Melodi Kapan Hari

memutar lingkar ingat
pada irama-irama yang tersebar
di tiap sudut ruangan tak begitu lebar
kau; nampak selalu berpijar

sekiranya ada
ritme yang kau dendangkan
telah menyelinap seraya mendekap
atasku, yang tak lagi berhak mencintai kau
kali ini, dalam hati

melodi yang kau
senandungkan menyerupa kidung kebahagiaan
harus rela kupaksa diberhentikan
dari memori angan yang nampaknya
— enggan kau tinggal


Penawarku, adalah Kau

pada se-resep jamu yang telah kuramu
agaknya menyoal rindu terhadap kau
masih belum bisa kutemui
kecocokan ihwal kedamaian
agar rindu tak lagi menjalar, berkepanjangan

pada sekotak obat yang juga telah kugeledah adanya
tetap saja nihil yang kujumpa
sepertinya, yang meracuniku hanya bisa
disembuhkan oleh satu penawar
senyum simpul tulus yang semata kau
; tujukan padaku

tentunya
lengkap dengan ketulusan
juga beberapa perawatan-perawatan
— yang tak bisa sekali dirampungkan


Kalibut

(sehari sebelum sua lekas kita; tunai bersama)
_________
; diriku
sebegitu girang mendengar kabar darimu
yang mendarat di telingaku, bahwa sesegera
rindu kan memanen masanya
serta sesak akibatnya, tak lagi kurasa

(tepat pada hari yang kunanti hadirnya)
_________
telah kuawali, dengan begitu tergesa-gesa
namun teliti tentunya
kutunggu kau, sembari menyeduh kopi
yang kupesan pada pelayan, sejak tadi

sejurus kemudian kau terlihat dari kejauhan
dengan derap kaki yang sudah bisa kutebak
menandakan sebuah kehadiran, lalu tanpa basa-basi
— kau rusak ingar-bingar kegembiraan
dengan menyegera perpisahan
tanpa kusaksi secuil pun penjelasan


Prahara

lindap sepasang mata dalam gurat wajah diam ternganga
mengisyaratkan kedukaan berparas kegembiraan

tatkala petaka pekan lalu, sebelum kau
menanggalkan aku di depan surau
; dekat rumahku

dengan berbekal
kau bertolak pulau lalu pikirku
itu hanya sekadar gurau

kemudian
menilik(mu) dari kejauhan
masih sering kulakukan
tepat depan tempat kau tanggalkan
–dengan menyisa bayangan


Agaknya Abadi

seteguk cinta yang baru agaknya
tak buatku sembuh dari haus dahaga luka
semenjak kepulanganmu
menghadap Tuhan kala itu

serumpun kasih sayang agaknya
tak mampu buatku melega atas keterpurukan
karenamu, yang kucinta namun lebih dulu jumpa
dengan Sang Maha Cinta

— duhai kekasihku, yang amat kurindu
sakitku agaknya abadi, bersatu dalam nadi
sampai mati