MASIH relevankah perbincangan soal ritel modern akan mematikan warung-warung tradisinal, kios, dan atau pasar tradisional di wilayah setempat?
Soalnya, keberadaan ritel modern ini sudah terlanjur menjamur di sejumlah kota, kabupaten, hingga pinggiran desa.
Pembahasan soal ritel modern ini kembali mencuat seiring ramainya pemberitaan wacana akan dibuatnya pembatasan ritel modern di wilayah Kabupaten Banjar.
Soal keberadaan ritel modern kita bisa menilainya dari berbagai perspektif. Dalam arti apa dampak atau akibat dari hadirnya ritel modern ini di suatu tempat atau kawasan.
Baik. Kita mulai dari pandangan umum yang beranjak dari sisi miringnya.
Sering kita dengar pendapat yang mengatakan bahwa ritel modern akan mematikan usaha-usaha kecil di mana ritel modern itu dibangun atau berada. Dengan mengatakan, bahwa orang-orang atau masyarakat setempat akan lebih memilih berbelanja di ritel modern.
Selain kata “mematikan”, kata-kata bombastis lainnya yang juga sering dipakai adalah “membunuh” atau “menghabisi”.
Kata lainnya untuk mendukung argumen itu adalah, bahwa ritel modern hanya akan makin memperkaya pemiliknya yang sudah kaya raya, dan bla bla bla. (Untuk satu ini kita lebih baik bersikap peduli amat. Toh, tanpa bangun ritel itu pun mereka tetap saja kaya raya.)
Ya, terdengar sangat pro rakyat, lebih tepatnya kepada para pelaku usaha kecil seperti kios dan warung-warung– yang kita “kira” akan otomatis mati dengan kehadiran ritel modern ini. Sengaja saya pakai kata “kira”, sebab belum pasti, dan hal itu akan coba kita bincangkan pada bagian selanjutnya tulisan ini.
Mengapa orang memilih berbelanja di ritel modern? Kita bisa menyebutkan bermacam-macam alasan. Mulai dari tempatnya yang nyaman, terang, dan dingin, hingga apa yang diperlukan serba ada. Soal harga mungkin kurang lebih saja.