Tak terasa Kampung Buku telah mencapai ulang tahun pertamanya, sejak didirikan pada 10 Juli 2019 lalu.

Acara menandai satu tahun Kampung Buku yang beralamat di Jl. Sultan Adam No. 46, RT. 16. Banjarmasin ini, diperingati pada Jumat (10/7/2020) malam dengan dihadiri berbagai macam kalangan.

Dibuka dengan santai ala “sentilan-sentilun” oleh Julak Imam Bukhori, selaku keluarga baru di Kampung Buku, pemilik Warung Kopi Julak Imam dengan menu andalan kopi tipakan gula habang (gula merah).

Selanjutnya Hajriansyah selaku owner Kampung Buku,Arif Rahman Hakim sebagai pemilik Kios Buku Sabuku, dan Reja Fahlevi sebagai pemilik kios buku Thalib di Kampung Buku menyampaikan refleksi satu tahun perjalanan suka duka mengisi dan menjalankan usaha buku mereka.

“Curhatlah” bagaimana perjuangan mereka menghadapi naik turunnya pengunjung di Kampung Buku selama satu tahun ini.

Hajriansyah mengatakan, Kampung Buku membawa misi literasi yakni dengan mendekatkan buku kepada masyarakat, khususnya anak muda.

“Kampung buku hadir di tengahnya dan menyediakan ‘bacaan’, ruang berinteraksi secara langsung. Tentu sambil beradaptasi dengan kekinian kafe-kafe yang menjamur di kota kecil yang punya sejarah penghubung bagi daerah-daerah kecil lainnya di Kalimantan ini,” jelas Hajri, yang juga seorang penulis dan seniman lukis.

Menjual buku memang tidaklah mudah. Mampu bertahan dan tetap berjalan hingga satu tahun ini, menjadi catatan dan prestasi sendiri bagi Kampung Buku.

Diakui Arif dan Reja selaku pemilik kios buku di Kampung Buku, secara finansial masih belum memberikan keuntungan yang besar. Namun karena kecintaan mereka terhadap dunia literasi, buku, maka mereka tetap berupaya bertahan menghidupkan Kampung Buku.

“Daya beli buku masyarakat kita memang masih kurang. Tetapi kita tidak boleh berhenti. Sebab keberadaan Kampung Buku ini adalah salah satu upaya untuk mendekatkan dan menumbuhkan minat masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap buku,” ujar Reja.

Terlebih, ketika pandemi Corona melanda, sepinya pengunjung sangat terasa sekali. Kendati demikian, Kampung Buku tetap harus jalan, dan menyesuaikan dengan protokol kesehatan yang telah ditetapkan.

Dan pada peringatan menandai satu tahun Kampung Buku itu, selain penyampaian refleksi dari pengelola dan pemiliki kios buku, juga ditampilkan pembacaan puisi oleh penyair YS. Agus Suseno, pertunjukan musik oleh Novyandi Saputra dan kawan-kawan, serta pemutaran film Dead Poet Society oleh komunitas sineas Banjarmasin.

Selain itu juga ada penyampaian kesan dan pesan dari sejumlah pengunjung yang hadir, yang sebagian besar dari kalangan semiman, sastrawan, mahasiswa, komunitas, serta mahasiswa. Di antara mereka yang diminta menyampaikan itu, yakni Sumasno Hadi, Sandi Firly, Taufik Arbain, dan Noorhalis Majid, yang juga pemiliki kios Pizza Rukun di Kampung Buku.

“Keberadaan Kampung Buku ini semacam oase di tengah masyarakat kita yang masih minim tempat di mana bisa mempertemukan buku dengan pembaca di tengah ruang publik, yang sekaligus bisa bersantai menikmati kopi,” ucap Sumasno Hadi, yang baru-baru ini menerbitkan buku tentang musik. “Saya berharap Kampung Buku terus bertahan dan bisa berkembang untuk meningkatkan budaya literasi kita,” harapnya.

Selama perjalanan satu tahun ini, Kampung Buku mengalami suka duka, seperti perpisahan dengan Kang Edi, selaku pemilik Kedai Matahari, yang terpaksa harus tutup ketika pandemi Corona. Sebelumnya pemilik kios buku Tanda Petik juga berpisah, disusul kios buku Antasari. Yang masih bertahan kios buku Sabuku dan Thalib. Dan ditambah kios buku Tahura milik owner Hajriansyah sendiri. Untuk warung kopi dan mie telah diisi oleh Imam Bukhori.

Kampung Buku ini merupakan achivment yang sangat berharga bagi para warga Kampung Buku yang tersisa, mereka membuktikan bahwa profit atau keuntungan adalah hal yang kesekian. Yang utama adalah bagaimana menjalankan misi mewujudkan cita- cita “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Sebagai tempat nongkrong dan santai, Kampung Buku boleh dibilang merupakan pilihan yang cerdas bagi warga Banjarmasin. Di tempat ini, pengunjung tidak hanya sekadar ngopi atau nongkrong, tetapi mereka juga bisa mendapatkan banyak pengetahuan. Bukan saja karena adanya kios buku, tetapi juga digelarnya pelatihan-pelatihan seperti kelas menulis fiksi, kelas menggambar potret, kelas menulis opini, kelas ketahanan keluarga, dan kelas DIY Etnomusikologi.

Walau dengan segala duka cita yang mereka hadapi, ada satu peristiwa paling berkesan dirasakan warga Kampung Buku. Yakni ketika beberapa anak muda pulang sekolah, masih berpakaian pramuka lengkap berkunjung untuk membeli buku. Mereka sangat antusias membaca, hingga patungan untuk membeli salah satu buku

Setelah penyampaian refleksi, acara dilanjut oleh permainan musik yang unik dari Novyandi Saputra, tokoh gamelan Banjar bersama kawan-kawan dari NSA Project. Mereka mengkolaborasikan alat-alat musik; gitar listrik, suling, dan media seperti cangkir di warung kopi Imam Bukhori, serta aksi semi teaterikal oleh seseorang yang bergerak sambil memukul-mukulkan majalah di kursi dan meja.

Lalu juga dulakukan peluncuran buku Noorhalis Majid berjudul “Tatarang Tangguk”, sekumpulan catatan tentang pribahasa dan ungkapan Banjar, dengan ditandai penyerahan buku kepada YS. Agus Suseno. Acara ditutup dengan pemutaran film dari teman-teman Forum Sineas Banua.

Setelahnya terjadi diskusi-diskusi seputar seni dan sastra antar pegiat serta komunitas hingga larut malam.

Melihat kehadiran para seniman dan komunitas yang sering menjadikan Kampung Buku sebagai tempat mereka berkumpul dan berdiskusi, besar harapan Kampung Buku ini tetap terus ada. Dari Kampung Buku ini pula, ke depan akan lahir karya-karya kreatif pelaku seni dan anak muda Banua yang dapat mengangkat nama Banjarmasin khususnya, dan Kalsel, sebagai sebuah wadah kreatif, penuh ide dan imajinasi. Semoga.@