SAAT serial drama Korea ini tetiba sangat populer, khususnya di kalangan para perempuan bersuami, terus terang saya masih tak memiliki minat menontonnya.

Ketertarikan mulai muncul saat seorang teman menginformasikan bahwa tokoh-tokoh utamanya agak anti-mainstream, istri yang diselingkuhi adalah dokter perempuan dengan karakter yang kuat dan perempuan selingkuhan suaminya adalah putri dari orang paling kaya dan berpengaruh di kotanya. Meskipun menurut saya tak ada yang bisa mengalahkan Amy Dunne-nya film Gone Girl soal power dalam menyikapi perselingkuhan suami, dan tak ada selingkuhan yang terlihat lebih protagonis daripada Jane Eyre, saya pikir serial ini mungkin layak untuk ditonton.

Seperti sudah bisa ditebak, saya akhirnya menonton serial ini dan mendapatinya termasuk high-quality drama. Jauh lebih berkualitas dari sinetron-sinetron Indonesia tentu saja.  Karakter dan pendalaman konflik psikologisnya lumayan baik, meski menurut saya masih belum bisa mengalahkan kandidat Best Picture Oscar tahun ini, The Marriage Story. Serial ini bercerita tentang Dr. Ji Sun Woo yang mendapati suaminya Lee Tae-Oh berselingkuh dengan Yeo Da-Kyung, putri pengusaha paling berpengaruh di kota mereka. Setelah mengungkapkan perselingkuhan itu di depan kedua orangtua Da-Kyung, Sun Woo menggugat cerai suaminya. Tae-Oh pun menikahi selingkuhannya, namun tak bisa melupakan istri dan anaknya. Dua tahun kemudian ia kembali ke kota itu menguntit istri dan anaknya hingga akhirnya pernikahannya dengan Da-Kyung berantakan. Di akhir cerita, Tae-Oh hidup sendiri, Sun Woo menantikan kedatangan kembali anaknya Joon-Yeoung yang lari dari rumah pasca perceraian orangtuanya.

Sebenarnya tak ada yang terlalu luar biasa dari serial ini, pun juga tak ada cela berarti yang bisa dikritik darinya. Dalam The World of the Married (WoM), akting para pemain cukup bagus, beberapa di antaranya menonjol, sinematografi yah standar drama lah, tak buruk meski tak istimewa. Dan yang terpenting dari serial ini adalah ia merefleksikan beberapa hal penting tentang kehidupan berumah tangga yang tidak bisa kita lihat dari pandangan emosionalitas sahaja karena hanya akan membawa kita pada penghakiman siapa yang benar, siapa yang salah.

Penghakiman yang justru menjadi tidak relevan karena salah satu pesan dari film ini adalah bahwa dalam kehidupan rumah tangga, kesalahan senantiasa dipikul semua pihak.

Yang kemudian sebenarnya ingin saya bahas dalam tulisan ini bukanlah serial itu sendiri. Saya selesai mengulasnya di tiga paragraf di atas. Yang menarik menurut saya dari serial yang entah mengapa tetiba menjadi fenomenal ini adalah respon para penonton (perempuan). Respon yang masif, sensitif, eskalatif, dan menghakimi.

Hal pertama yang paling dihujat dan dihakimi adalah perselingkuhan itu sendiri (tentu saja, apa lagi). Sang pelakor yang cantik jelita jelas penjahat kelas kakapnya. Syukurlah perempuan itu kaya raya, jika tidak dia akan jadi penjahat kelas dugong. Barangkali itu sebabnya saya lebih menyukai The Marriage Story daripada serial ini. Titik ekplorasinya berbeda. Jika WoM mengeksplorasi perselingkuhan dan bagaimana sebuah dunia pernikahan hancur sebagai respon atas perselingkuhan itu, The Marriage Strory mengeksplorasi dinamika hubungan sepasang suami istri, benturan-benturan karakter dan kepentingan hingga berpuncak pada keinginan untuk bercerai, sementara perselingkuhan menjadi ekses dari benturan-benturan itu. Perselingkuhan bukan penyebab, dia adalah akibat.

Dalam kehidupan nyata, kita harus mengakui, yang paling banyak terjadi adalah apa yang digambarkan oleh The Marriage Story.  Tidak ada lelaki atau perempuan yang ujug-ujug berselingkuh, selalu ada benturan sebelumnya yang membuat suami atau istri melihat perselingkuhan sebagai sebuah alternatif penyembuhan atau alternatif pelarian. Sebenarnya dalam WoM benturan-benturan itu dapat dirasakan: karakter Dr. Sun Woo yang terlalu mendominasi suaminya, termasuk bagaimana penghasilannya lah yang membuat kehidupan keluarga kecil itu berdenyut stabil; perasaan bersalah Tae-Oh yang merasa menjadi benalu bagi istrinya berkelindan dengan ego kelaki-lakian yang terluka karena tidak bisa menjadi pahlawan bagi keluarganya. Istrinya lah pahlawan keluarga. Itu adalah dinding-dinding emosi kuat yang jika berbenturan akan mampu menimbulkan kerusakan, salah satunya perselingkuhan.

Hal lain yang juga terasa betul histerianya adalah pengagungan berlebihan tokoh Dr. Sun Woo oleh para penonton. Seakan dia martir dari sebuah perang suci. Begitu banyak komentar netizen yang menyanjung karakter Sun Woo sebagai dokter perempuan yang cerdas, tegar, dan kuat. Dia adalah tokoh protagonis plus plus. Meski saya tidak melihatnya demikian. Menurut saya, Sun Woo justru sama abu-abunya dengan tokoh lain macam suaminya, Tae-Oh dan selingkuhan suaminya, Da-Kyung.

Masalah utama Sun Woo adalah ia terlalu mencintai suaminya. Ia meletakkan semua cinta dan idealitas pada dirinya, suami dan anaknya. Meski ia dokter yang memiliki banyak pasien sekaligus penjabat sebagai direktur muda rumah sakit bidang kerjasama yang berarti ia harus berinteraksi dengan banyak orang, pusat kehidupannya hanyalah diri dan keluarganya. Oleh sebab itu ketika muncul retakan bahkan guncangan pada dunia idealnya, dia langsung kolaps.