Pertama tiba di halaman kampus, ada sedikit was-was, kaget, tapi juga seneng, yakin nih akustikan sampai nyanyi bareng, aman nih⁉️ hingga berakhir gelaran di hari ketiga, tampaknya aman-aman aja, tuh! Senang sekali, peraturan kampus sekarang tak semenakutkan dulu. Yang ketika bising sedikit saja “ditagur”. Sedikit-sedikit ditangati! Kali ini, di perayaan yang ke-20 ini, penonton sangat terhibur sekali, BRE!

Baik, sebelum mengomentari/menilai/bahkan mengevaluasi teater yang berada pada penampilan puncak, saya akan menarik waktu di hari pertama perayaan Harlah (hari lahir, red) Sanggar Ar-Rumi ke-20 tahun, a.k.a dua dekade pada 13-15 Maret 2023, kemarin, di lingkungan kamus Institue Agama Islam Darussalam (IAID) Martapura, Kalimantan Selatan.

Kedua, bertemakan #DuaDekadeBerkarya perayaan ini dibarengi dengan yaaa… semi-semi bazar UMKM lah ya. Saya pikir, ini juga suatu hal yang menyenangkan. Sudah sering dilakukan, tapi kali ini benar-benar menjadi bazar yang “bernilai”, melibatkan sejumlah pedagang yang andil meramaikan, dibarengi dengan lomba-lomba kecil dan hiburan di panggung kecil di tengahnya. Asyik sekali. Sudah seperti EO Profesional. Good job epribadi!

Para penampil yang didominasi dari partisipan entah mereka pegiat seni, undangan, atau kalangan umum yang senang hati performance, begitu menikmati vibesnya. Meski tak seperti expo ala-ala pemerintahan, untuk skala kampus dan juga digelar di halaman kampus, ini sudah lumayan bagus, kok. Kasih dua jempol dulu ke yang mengkoordinasi pada bagian ini! Cuan-cuan mengalir untuk semuanya. Mantap. Tap. Tap.

Sayang sekali saya pribadi tak sempat andil di malam di hari kedua. Fix, kita skip ke malam puncak perayaan yang ditutup dengan penampilan drama teater dari Sanggar Ar-Rumi.

Pergelaran Sastra PULASIT

Malam puncak, menjadi sesuatu yang dipertaruhkan dalam hal penampilan. Banyak sudah yang ditampilkan mulai dari musik, baik itu tradisional mau pun modern, ada seni tutur lisan juga, madihin, nasyid, ada panting, dan banyak lagi. Untuk bagian ini, kemampuan para adik-adik kita yang sedang masih berkuliah ini sudah pro sekali. Layak tampil, tak diragukan. Saya kasih bintang 5. Atau 9/10 lah kalau dirating. 😊

Nah, Pergelaran Sastra tentu juga bukan hal yang main-main. Kali ini, kita mendapati naskah yang luar biasa ditulis oleh Muhammad Arsyad berjudul Pulasit. Untuk arti makna, sejarah dan blablabla lainnya, boleh banget dicari sendiri. Searching dong!

Pergelaran sastra disutradarai oleh S Pajerin Mukti. Sejak fade out kemudian lampu menyala, vibes “banjar” langsung masuk ke gendang telinga. Dibuka dengan Syair yang khas sekali melayunya, ditengarai ke aroma drama lantas mencekam hingga klimaks di penghabisannya. Man man man, tap tap tap!

Kengerian terbalut lubang-lubang drama rumah tangga yang masuk di pori-pori mata, menghuni pendengaran. Sebagai naskah yang sebelumnya saya tidak tahu disadur/adaptasi dari karya cerpen/puisi apa (yang kelak, saya ketahui bahwa naskah memang dibuat untuk pergelaran sastra di malam itu saja).

Dibuka dengan merdu syair melayu berbahasa Banjar, berlatar gelap dan sebuah rumah, panggung mengisahkan Basri, sebagai pemuda muda yang menjalankan proyek konstruksi di satu desa dekat pegunungan meratus.

Salah satu adegan panggung pada pergelaran sastra Harlah Sanggar Ar-Rumi ke-20, Rabu, (15/3), Aula IAID Martapura. Foto: Jannata Pictures

Norma (istrinya, Basri) di dalam sebuah rumah melahirkan anak perempuan pertama mereka. Proses melahirkannya di bantu Julak Iray, dukun beranak yang berada di desa tersebut. Dari situlah cerita berkembang dengan penuh tanya dan rasa takut, tentang masalah, tentang azimat, kepercayaan, dan hal mistis, serta Pulasit itu tadi sebagai Point of Interest (POI).

Secara artistik, pergelaran ini memakai properti yang sederhana namun sangat nyata. Seperti suasana kamar, ayunan bayi, dan tempat duduk kayu sebagaimana biasa ditemui di rumah-rumah kampung (Urang Bahari), sutradara/tim artistik menatanya dengan baik sehingga membawa latar waktu ke masa yang begitu lampau dan sangat bersuasana desa. Asyik. Oh iya, tata lampunya juga mantap, keren! kemajuan yang signifikan dalam bidang per”lightingan” duniawi ini, cuy!

Dalam segi pemeranan/akting/aktornya/aktrisnya mari kita kasih jempol 4. Lima deh kalau boleh, pinjam dulu jempolnya temen kamu di sebelah.

Semua pemain total sekali dalam mimik, gesture, dan penguasaan panggung, ya meski ada catatan sedikit soal artikulasi dan bloking, yang… saya kira tak seberapa, yaaaa… masih bisa dipoles sikit-sikat. Cincay lah itu! Pemeran yang lain juga sangat memperkuat jalan cerita dan begitu meyakinkan penonton.

Pemeran dukun, masih sangat umum, yang biasa didapati di kampung-kampung. Artikulasinya jelas, meski tidak terlalu memberikan ketakutan, tapi cukup mengganggu. Meski aktingnya masih perlu polesan, dukun menjadi perantara Poin of Interest di bagian tengah dalam benang cerita saja. Untuk aktingnya, rating 7/10 lah ya. Udah oke

Next, meski dalam artikulasi, pemeran Basri tampak sangat konsisten bin istiqomah terburu-buru saat menuntaskan dialog demi dialog. Tadinya saya pikir di permulaan saja, ternyata pas marah-marah makih istiqomah dong sampai akhir. Seperti ingin cepat selesai, bahkan samar terdengar di kalimat penghabisan dialog saja. Namun untuk gesture dan mimik, sudah lumayan lah ya. Not bad. 7,5/10 boleh dikasih. Cincay lah itu!

Nah, saya gak habis pikir pemeran Norma. Gila! Total sekai. Bagus sekali. Meski pada adegan-adegan di awal kita melihat biasa saja, menangis ya sebagaimana orang berdrama nangisnya juga begitu.

Namun ketika sampai di adegan kerasukan atau apalah, kejang-kejang kemasukan roh, Norma menangis dan tertawa di waktu bersama. Seperti aktingnya aktor film horor Indonesia. Berjeda sedetik saja, dari menangis tersedu, langsung tertawa kayak kesurupan. Gila ni anak nih! pemeranan yang total dalam satu bingkai gambar.

Melihat gerak tangan, mimik muka, lantang vokal, dan artikulasi yang terang-benderang, gak salah jika yang mendirect/casting Norma menjadi POI pada bagian inigood job. Rating 9.5/10 boleh, deh! Jos!

Fine, karena performance pergelaran sastra yang saya anggap sudah bagus sekali, saya berinisiatif meminta kiriman naskahnya. Ternyata memang dibuat internal untuk keperluan pementasan malam perayaan tersebut saja. Meski tidak ada keterangan siapa nama, memerankan sebagai apa, namun pergelaran sastra kali ini, malahan layak tampil sebagai pementasan teater. Anjay! Naiiisee untuk semua kru yang terlibat!

Teater Papantang Mambarang Muntung

Ini menjadi klimaks dalam perayaan #DuaDekadeBerkarya Sanggar Ar-Rumi. Ditulis dan disutradarai oleh Muhammad Rizani. Adegan dimulai dengan marah-marah: yang ternyata, bagian dari setting panggung. CMIW 😊.

Pentas dibuka dengan set dan properti yang kaya, besar, banyak, bahkan menutupi hampir dari ujung hingga ujung panggung. Ada kreatifitas yang dipertaruhkan dalam tim dan kru artistik di sini. Berlatar sebuah kampung dan layaknya gardu/pendopo/pos yang dalam certia malah terfungsikan sebagai sekretariat.

Penampilan yang melibatkan banyak sekali pemain, sampai saya tidak hapal. Menggerakkan pemain sebanyak itu ke atas panggung, menyelaraskan gerakan, menyanyi, menyuarakan, menyamakan vokal dan dialog koor dan saling bersahutan, ini bukan perkara yang mudah tentu saja. Banyak energi dan kru yang gigih untuk mewujudkannya. Untuk keselarasan ini, ada rating 8/10, mengagetkan dan bikin terhibur para penonton. Good job! Not bad lah ya.

Ternyata banyak sekali para pemain yang terlibat di penampilan sebelumnya terlibat lagi di penampilan ini. Seperti sayang untuk menanggalkan beberapa orang, salut. Semuanya total sekali dalam perannya.

Secara keseluruhan, teater lebih ke arah komedi, POI nya yakni menghibur, membuat tertawa, baik para pemainnya atau penonton. Banyak adegan dan dialog lucu, kocak, ngebanyol, dan bikin geregetan. Apalagi yang berperan jadi-jadian, seperti, seperti tidak berakting, hahaha. Seperti benar-betul observasi dari berbagai sumber yang banyak dan dikumpulkan menjadi satu dalam diri. Keren, bikin penonton pecah dan siap dikeroyokin.

Untuk hal pemeranan dan pendalaman karakter masing-masing pemain mungkin terlihat masih agak canggung. Namun untuk berjalannya sebuah cerita masih, oke lah, tidak buruk tapi sudah lebih dari cukup. Dengan pemain sebanyak itu, begitu banyak energi yang terpakai baik para pemeran pendukung, atau pemeran ini, hingga ke sutradara yang mendirect setiap bagiannya. Salut!

Jika merampung secara keseluruhan, teater kali ini seperti layaknya Opera. Ya meski masih teater, tapi mirip-miriplah. Indikatornya masih teater, tapi arahnya ke… ya begitulah. Membuat penonton senang… iya, terhibur… banget! Lucu kompor gas! Tepuk tangan dan beri jempol masing-masing untuk kalian semua yang terlibat, ini upaya yang melelahkan sekali untuk sebuah pertunjukkan.

Finally, tidak semua bisa ternilai secara detail. Sepaling kurang dalam perayaan kali ini adalah: FASILITAS, yang bahkan sudah menjadi masalah bersama sejak berpuluh tahun silam. Seluruh penampil memunyai bakat dan kemampuan di atas rata-rata.

Mereka-mereka ini yang sudah selayaknya bermain di panggung besar Gedung Kesenian. Sayangnya di Kabupaten Banjar, khususnya Martapura, gak ada tuh, gedung yang benar-benar layak untuk sebuah pementasan. Padahal SDM-SDM-nya sudah banyak dan layak komersil loh. Sangat-sangat pantas! Harusnya, sederet penampilan di atas tadi, berada pada sebuah Gedung Teater yang standar teater. Tapi karena tidak ada, jadi, AULA IAID Martapura itulah sebagi pilihan anda, sembari join  sama masyarakat wedding. Aselole jos!

Finally, sebagai penulis, saya lega. Ini menjadi rekam digital, jadi arsip. Sebagai kenang-kenangan, sebagi hadiah bahkan:  untuk Sanggar Ar-Rumi. Ya seminim mungkin, bertahun-tahun mendatang masih bisa disearching di embah google. Bisa dishare link-nya. Tak ada pembaca ya tak apa-apa.

Tadinya cemas, sedikit was-was. Dalam kurun 5 tahun mendatang akan seperti apa generasi Ar-Rumi jadinya? Gak tahu!

Tapi melihat penampilan mereka semua, sepaling minim ukuran perkembangan teknologi di dunia, Ar-Rumi akan baik-baik saja. Sampai perayaan harlah 25 tahun mendatang. Wah, optimis sekali ya fren!

Finally, selamat merayakan kelahiran ke-20, semangat dalam berkesenian tanpa meluruhkan nilai-nilai dan berke”budaya”an.

Polemik, masalah, proses mendapat solusi adalah daging dalam berorganisasi. Ketidakterimaan, kritik, saran, dan komentar adalah obat bagi penyakit. Organisasi kampus menang dalam kuantiti, akan selalu regen di setiap musim, akan selalu banyak yang melibatkan diri. Dan yakinlah, akan selalu ada pemimpin terlahir, di setiap generasinya. []

Dari saya, Salam Budaya!

Bjb, 2.01, 21 Maret 2023.