DINAS Arsip Dan Perpustakaan Daerah (Darpusda) Kota Banjarbaru menggelar bedah buku berjudul Baruh Urang Dikaruni, Baruh Saurang Taung karya YS Agus Suseno di Aula Nadjmi Adhani Mal Pelayanan Publik, Kota Banjarbaru. Giat ini dihadiri 50 peserta yang terdiri dari 15 peserta terpilih Inkubator Literasi Pustakan Nasional Kalimantan Selatan regional Banjar Bakula, budayawan, sastrawan, pegiat literasi lintas komunitas, pihak staf Darpusda sendiri, dan teristimewa juga diikuti oleh Kepala Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Selatan.
“Saya harapkan dengan adanya bedah buku ini, kita bisa selalu menuturkan bahasa Banjar,” ucap Slamet Riyadi kepada asyikasyik.com, pada Senin (25/9/2023).
Dari bedah buku ini, Slamet menginginkan seluruh peserta dapat menyerap keilmuan atau pandangan YS Agus Suseno berbahasa Banjar.
Terlebih ADA tiga aspek bahasa Banjar, yaitu Banjar Kuala, Banjar Batang Banyu dan Banjar Hulu.
Ketua Dewan Kesenian Banjarmasin, Hajriansyah sebagai pembahas menjelaskan sosok budayawan YS Agus Suseno juga banyak dikenal orang di media sosial yaitu Facebook. Dia menyebut urang Banjar yang kenal sosoknya kebanyakan tinggal di luar Kalsel, kini banyak menetap di Tembilahan, Muara Tungkal, Tanjung Serdang hingga wilayah Malaysia.
“Mereka (urang Banjar) sangat rindu bercakap-cakap dengan bahasa Banjar. Sehingga, cukup melihat karya Kak Agus Suseno maka rasa terobati,” ujarnya.
Hajri menyebut Agus Suseno menggunakan bahasa Banjar sebagai alat pengungkap khazanah yang berkembang dalam aspek kultural dari sosial-budaya di sekitarnya. Lewat karya sastra, mulai dari puisi hingga paribasa Banjar itu menyoroti isu yang ada di desa maupun kota.
Lantas, Hajri melihat karya dari buku ini sangat penting dimiliki karena mengangkat isu lokalitas yang jarang disentuh masyarakat luas. Di depan peserta, owner Kampung Buku Banjarmasin itu mengaku karangan YS Agus Suseno ini merupakan jualan terlaris yang dirasakannya sebagai penerbit.
“Bahkan terjual banyak pasca pre-order, sebanyak 150 buku terpesan oleh penggemar Kak Agus di Kalsel maupun luar pulau,” ungkap Hajri, tersenyum.
Di sela acara, YS Agus Suseno memperlihatkan sejumlah buku paribasa dari tahun ke tahun. Di buku pertamanya itu, dia mengaku sangat terinspirasi dan mempengaruhi kekaryaannya selama ini, sebab karena apa yang telah dipelajari dari buku-buku tersebut.
“Buku ini bukan jenis kamus paribasa, setiap karangannya dijelaskan artinya. Saya yakini di dalam karangan itu tidak ada yang sama dengan buku paribahasa lainnya,” kata Agus.
Agus banyak melakukan observasi di wilayah Banjar Hulu, tepatnya Kota Amuntai, Kabupaten HSU. Sebab itulah nama buku dari serapan bahasanya tercipta, Baruh yang diartikan sebagai Pahumaan (Banjar Kuala) dan Taung diartikan kekosongan dari wadah yang terbengkalai tanpa disentuh lagi.
“Banyak masyarakat Banjar itu fasih secara lisan, namun membaca kosakata bermasalah dan tidak mengerti,” ungkap Agus, tegas.
Karena, Agus menilai bahasa Banjar Kuala sangat rentan dimasuki pengaruh modern tersebab kemajuan yang diterimanya. Tentu, dia melihat potensi bercampur bahasa dalam keberagaman nilai di dalamnya.
Agus menganggap bahasa Banjar Hulu sangat layak dan tepat untuk digunakan dalam melestarikannya, karena tidak banyak orang yang melakukannya. Bahkan, dia mengatakan tidak banyak menggali makna ditiap penuturan masyarakat Banjar Hulu untuk dipahami kuat secara bahasa.
“Kini, banyak orang menggunakan bahasa Banjar. Namun dalam teksnya terasa bahasa Indonesia di Banjarkan,” tandasnya.@