Gak bisa begitu, eperibadih! Sejak awal official trailer berdurasi 8 menitnya tersebar di internet, ekspektasi kami (fans) tinggi sekali, boi! Pasca pengumuman rilis resmi di Indonesia pada 16 April 2021, kami sudah tak sabar lagi. Setelah membeli tiket dan menonton langsung di layar lebar, lah kok begono jadinya! Akh!
Saya harus pastikan catatan ini bukan review, hanya curhat. Kalau ada yang menganggap review, ya gak papa! Uneg-uneg lebih tepatnya, karena Mortal Kombat adalah universe yang unik sekali timeline-nya. Kami gak bisa ujug-ujug terima begitu saja penafsiran story dan visual anda, hei sutradara!
Ekspektasi kami (fans) Mortal Kombat (MK) di seluruh belahan bumi ini tinggi sekali. Mortal Kombat loh ini, waralaba game yang sudah dipatenkan sejak 1992, dan tahun ini (2021) difilmkan again? Wah ini pasti akan keren sekali, epribadih! Gamer 90’an era SEGA bakal reunian lagi, nih!
But, realitanya, mengecewakan! Banyak sekali ketimpangan yang terjadi. Lah, kok! Liu Kang dan Raiden yang kami kenal tidak berkelakuan seperti itu, deh, perasaan. Eh, lembaga sensornya semaunya aje! Seingat kami ya, gak gitu cara menafsirkan Kano. Kok? Astaga! Mengapa si sutradara jelas sekali menonjolkan seenaknya tafsiran terhadap masing-masing karakter? Fix, anda kurang dalam. Pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui kami.
Kurang dari sebulan, film kualitas HD sudah tersebar di internet, berkat adik yang rakus mengunduh film apa saja, finally saya punya 1 file dari hardisknya. Dikopilah, dan saya menontonnya sekali lagi. Karena tidak puas, saya menonton lagi. Karena tidak puas, saya menontonnya lagi. Ketidak puasan dan rasa ketidakberterimaan ini berbuah ke satu poin yang positif. Satu saja: eh dua deh! Visual effect dan CGI-nya bagus. Ya sudah, itu to.
Saya melakukan kajian Mortal Kombat selama 3 bulan, sembari masih memainkannya di mobile. Membaca semua artikel sejarah, penciptaan, pembuatan, landasan hukum, semua serial, episode demi episode dan hal lainnya yang berkaitan dengan Mortal Kombat. Anything else.
Ketika saya rasa sudah cukup (sebab tak pernah ada ujungnya, MK memunyai universe yang unik, yang bisa masuk ke mana saja dan cuma ada di universenya saja. Setiap kali pertarungan berakhir, maka mulai dari situlah turnamen akan dimulai), maka saya putuskan stop menggali, dan harus menuliskannya. Sebagai obat kegundahan kami.
Catatan ini akan panjang sekali. Setelah menonton MK (2021) saya mengulik lagi sejarah Mortal Kombat pertama kali didirikan (1992). Visi, misi, dan tujuan, hingga menjadi waralaba game tersukses dan terpanjang kariernya sepanjang sejarah permainan video (video game).
Namun pembeberan demikian akan saya paparkan di catatan lain. Tanpa menafikan film adaptasi perdana Mortal Kombat (1995) dan sekuelnya Mortal Kombat: Annihilation (1997) yang juga tidak bisa dikatakan perfect. Di catatan ini, kita akan fokus ke film yang belum setahun dirilis ini saja dulu, okeh!
Mortal Kombat (2021)
Perkenalan Hanzo Hasashi dan Bi Han
Sejumlah media daring dan para kritikus film menyebutkan MK 2021 sukses. Tentu lantaran keuntungan penjualan tiket, dong. Ditambah pemeran berdarah Indonesia (Joe Taslim) sebagai Bi Han a.k.a Sub Zero dan (Max Huang) memerankan Kung Lao menaikkan angka market share di Indonesia.
Namun demikian, kekecewaan film di kalangan penggemar yang sefrekuensi tak terelakkan, gengs. Kami menelan pil pahit hasil penggambaran atau penafsiran dari penulis cerita/skenario (Oren Uziel, Greg Russo, Dave Callaham) bahkan sutradaranya (Simon McQuoid).
Cerita bermula dari Hanzo Hasashi (Scorpion, kelak) di kediamannya, berlatar Jepang 1617. Hanzo adalah jendral samurai/ninja bagi klan Shirai Ryu. Bapak penyayang keluarga. Ia memunyai seorang putra yang beranjak remaja dan seorang lagi putri yang masih bayi. Seluruh adegan ini menggunakan bahasa Jepang.
Simbol naga dalam lingkaran (yang telah akrab dalam memori kami) terdapat di tangan bagian dalam sebelah kirinya. Tanda bahwa Hanzo adalah salah satu petarung/juara/champion/prajurit terbaik yang terpilih menyelamatkan kaum manusia dari kehancuran dunia melalui turnamen yang dinamakan Mortal Kombat.
Bi Han (Sub Zero, kelak) ditampilkan pada menit ke-3, digambarkan sebagai seorang prajurit pejuang dari klan Lin Kuei.
Sebagaimana diceritakan dalam sejarahnya, 2 klan ini merupakan musuh bebuyutan sejak era kekaisaran mereka dulu kala. Hingga era 2 prajurit ini bertemu. Bi Han pada bagian ini ditafsirkan menjadi prajurit yang fasih berbahasa mandarin.
Bi Han menunjukkan keahliannya mengendalikan unsur udara, air, bahkan benda padat lainnya menjadi es. Membekukan lah istilah sederhananya. Sampai ia membunuh keluarga dan seluruh klan Shirai Ryu dengan es, membekukan mereka, demikian yang terjadi kepada istri dan anak Hanzo Hasashi.
Untuk visual cerita di bagian ini, saya angkat jempol pada tim casting. Pemeran Hanzo Hasashi (Hiroyuki Sanasa) dan Bi Han (Joe Taslim) nyaris sempurna, atau mirip sekali dengan karakter pada game MK X dan MK 11. Tapi, pujian itu masih berlebihan juga saya pikir.
Demikian pula wardrobe yang dikenakan Hanzo, bergaya samurai dengan rambut panjang yang dikuncir, motif kuning agak tua dengan paduan warna coklat.
Sedangkan Bihan a.k.a Sub Zero lebih mirip ninja tanpa topeng dengan warna biru tua yang khas. Meski sebenarnya tidak ada karakter Bi Han dalam game (hanya penggunaan nama Sub Zero yang digunakan), namun penampilannya sudah cukup mewakili ekspektasi.
Singkatnya, keduanya bertarung dengan pertarungan yang sengit. Bi Han mengeluarkan jurus pembekunya sejak awal dilawan oleh Hanzo dengan lemparan Kunai yang terikat tali dari lengannya. Kelihaian bela diri keduanya dipertunjukkan pada bagian ini.
Hanzo Hasashi mati di tangan Bi-Han dengan menancapkan kunai di bagian lengan Hanzo. Jasad Hanzo terbakar dan hilang.- menurut sejarah MK, jiwanya dikirim ke neraka dan melalui persepakatan dengan Quan Chi, seorang jendral dari Netherelm, kemudian menghidupkan serta mengirimkannya kembali ke bumi sebagai bentuk pembalasan dendam dalam wujud hantu, yang kelak disebut Scorpion. (Namun tidak divisualkan dalam film ini).
Pelajaran pertama: gak boleh dendam, kalau gak mau matinya jadi hantu, dikirim ke neraka ntar loh!
Lord Raiden, elder gods a.k.a salah seorang Tetua Dewa Petir, (sebab para tetua dewa yang lain masih banyak) hadir dengan petir khas yang menyambar di sekelilingnya.
Ia memandang ke tanah, membekas jasad Hanzo yang telah lenyap, lalu menyelamatkan anak Hanzo yang masih bayi disembunyikan ibunya di bawah lantai rumah. Lalu membawanya entah ke mana.
Nah, di bagian ini agak lucuy nuy, entu si anak bayi gak jadi karakter apa-apa, cuy! Kayak mediator untuk menjelaskan bahwa Cole (di masa mendatang) adalah petarung MMA yang mendapatkan simbol naga di dada dari leluhurnya yaitu Hanzo Hasashi yang keturunannya sempat diselamatkan Raiden.
Udah, gitu doang! Kayak berusaha menjejalkan anak kunci di lubang anak panah. Maksa beut! Ya okelah, Cole adalah keturunan Hanzo, meski jauh sekali garis waktunya. Itu si bayi kayak gak ada karakternya aja udah. Kelak jadi apa gitu, dagang es misalnya. Ya gak ada! Ngilang aja udah dari alur cerita. Oghey! It’s fine.
Narasi masuk pada bagian ini, menjelaskan Earthrealm menemui titik akhir jelang kehancurannya jika para petarung bumi kalah. Maka penguasa dari dunia luar (Outworld) akan menginvasi bumi. Ini lah yang saya sebutkan unik di alenia sebelumnya, garis waktu MK.