SAAT LANGIT RUNTUH
—Adele, 2012

inilah akhirnya
tarik napas dan hitung sepuluh angka
rasakan gerak bumi
dan dengar hatiku menghambur lagi

karena ini adalah hari penghabisan
aku ‘lah tenggelam dan mimpikan
begitu terlambat, pada mereka kumeminjam
terhanyut, aku disamun

biarkan langit runtuh
saat dia rubuh
kita akan tegak berdiri
bersama-sama hadapi
saat langit runtuh
saat langit runtuh

langit runtuh tempat kita bermula
seribu mil dan kutub terpisah
saat dunia bertabrakan dan hari-hari gulita
engkau mungkin punya nomorku,
engkau bisa ambil namaku
tapi engkau takkan pernah menguasai hatiku

ke mana pun kau pergi, aku berlari
apa yang kau cermati, aku pun mengawasi
kutahu, aku takkan pernah jadi diriku
tanpa rasa damai dalam lengan cintamu
dari marabahaya engkau menjagaku
genggamlah jari-jemariku
dan kita akan tegak bersatu

biarkan langit runtuh
saat dia rubuh
kita akan tegak berdiri
bersama-sama hadapi
saat langit runtuh

Bandung, 2021- 2022


JAUH DI RUANG ANGKASA
— David Bowie, 1969

Pusat kendali kepada Mayor Tom
Pusat kendali kepada Mayor Tom
telan pil proteinmu dan kenakan helm
(sepuluh) Pusat kendali (sembilan) kepada Mayor Tom (delapan, tujuh)
(enam) mulai (lima) menghitung mundur, mesin menyala
(empat, tiga, dua) cek pengapian
(satu) dan semoga kasih Tuhan (terbang) bersamamu

Pusat kendali kepada Mayor Tom
kau sungguh berhasil
dan suratkabar bertanya-tanya kemeja siapa yang kau pakai
saatnya keluar kapsul jika kau tegar

Mayor Tom kepada Pusat kendali
aku menapak keluar pintu
mengambang dengan cara paling gamang
dan bintang-bintang tampak sekali berbeda hari ini

di kaleng timah ini aku melayang
jauh di ketinggian buana
bumi begitu biru
dan aku buntulaku

saat kulewati seratus ribu mil
aku merasakan kesenyapan
pesawatku tahu arah yang dituju
sampaikan pada istriku, “aku sungguh mencintaimu”
dia tahu

Pusat kendali kepada Mayor Tom
sirkuitmu tak menyala, masalah apa rupanya
kau mendengarku, Mayor Tom?
dapatkah kau mendengarku, Mayor Tom?
bisakah kau mendengarku, Mayor Tom?
bisakah kau-

di kaleng timah ini aku melayang
jauh di ketinggian rembulan
bumi begitu biru
dan aku buntulaku

Bandung, 2021-2022


NINABOBO, NINABOBO UNTUKMU
— Taylor Swift, 2012

kuingat airmata
linang di wajahmu
saat aku berkata, “takkan kubiarkan kau pergi”
ketika semua bayangan itu
nyaris menyirnakan sinarmu
kuingat kata-katamu
“jangan tinggalkan aku sendiri, di sini”
tapi semua berlalu, mati pergi
malam ini

tutup saja kedua matamu,
matahari akan sembunyi
kau akan baik-baik saja
tak ada yang bisa menyakitimu kini
dalam semburat cahaya pagi
kita akan baik-baik selalu

jangan pandangi jendela, sayangku
semua terbakar
perang di sana bersimaharajalela
nyanyikan saja syair ninabobo ini
bahkan ketika musiknya sirna,
pergi

tutuplah kedua matamu,
kau akan baik-baik saja
dalam semburat cahaya pagi hari

Bandung, 2021- 2022

Facebook Comments
Artikel sebelumnyaBANUA FAIR, KARASMIN, DAN JALAN TENGAH HIBURAN
Artikel berikutnyaPANJI ASWAN; DARI SABDA LELAKI HINGGA DOA YANG MENJELMA
lahir di Palembang, 25 Desember 1967. Lulus dari Departemen Jurnalistik Fikom Universitas Padjadjaran pada 1992. Bekerja sebagai jurnalis dan editor di beberapa penerbit di Jakarta-Bandung: Pustaka Utama Grafiti (Kelompok Tempo, 1994-1998), Mingguan Tokoh (kelompok Bali Post, 1998-1999) Mizan Media Utama (1999), dan salah seorang pendiri Penerbit Kiblat Buku Utama, Bandung (2000). Menulis sajak dan dimuat di media cetak Suara Pem¬baruan, Pikiran Rakyat, Jayakarta, Jurnal Nasional, dan Bandung Pos; serta media daring Puisi.net, Kompas.com, dan Mata Puisi. Sajak-sajaknya terbit dalam antologi bersama Potret Pariwisata dalam Puisi (1990) dan Cerita dari Hutan Bakau (1994), juga dalam kumpulan sajak sendiri Surat-Surat dari Kota: Dua Kumpulan Sajak (2006), Sepucuk Pesan Ungu (2007), Album Buah¬hatiku (2007), dan Sejumlah Tempat Bayanganmu Sekelebat (2019).