Corona boleh belum berhenti, tapi kreativitas juga tak boleh mati.
Ini juga yang ditunjukkan orang-orang film di Kalimantan. Pada penghujung 2020, festival sinema bertajuk Aruh Film Kalimantan (AFK) bakal kembali digelar, yang juga menandai usianya yang beranjak ke-3 sejak dicetus pertama kali pada 2018 lalu di Kota Banjarmasin.
Direktur AFK 2020 Munir Shadikin mengatakan, pihaknya konsisten mempertahankan festival ini agar kultur sinema di Kalimantan tetap menggeliat meski dihadapkan pada kondisi apapun.
“Budaya perfilman di daerah kita boleh dikata masih ketinggalan dengan daerah-daerah lain di luar Pulau Kalimantan. Sehingga kultur sinema lokal juga harus lebih digenjot lagi,” ujar Munir, seperti disampaikan melalui rilis kepada asyikasyik.com, Minggu (18/10/2020).
Pri berkacamata dan berkumis tipis ini mengatakan, AFK bisa menjadi tolak ukur perfilman di Kalimantan baik secara secara kuantitas maupun kualitas.
“AFK 2020 menerima semua karya dari sineas yang berdomisili di Pulau Kalimantan,” cetusnya.
Diharapkan, dengan festival ini bisa pula menunjukkan serta memperkenalkan ragam budaya Kalimantan melalui media film.
Mengenai penamaan Aruh sendiri, dijelaskan Munir, kata itu dalam bahasa Dayak dan Banjar berarti upacara adat yang identik dengan ritual. “Seperti halnya Aruh dalam tradisi adat, Aruh Film Kalimantan tidak hanya sekadar perayaan, namun juga sebagai ungkapan syukur atas pergerakan sinema di tanah Kalimantan,” kata Munir.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, AFK 2020 digelar dengan dua program inti. Yakni program kompetisi dan non-kompetisi.
Program kompetisi diadakan sebagai wadah apresiasi karya film yang digarap oleh sineas lokal. Proses penerimaan karya sudah dibuka oleh Panitia AFK sejak 16 Oktober hingga berakhir pada 7 Desember 2020 mendatang, melalui laman aruhfilm.org
Proses penerimaan karya AFK sudah dibahas bersama di Pandaz Podcast, Jum’at (16/10/2020).
Dalam acara diskusi tersebut, Munir menjelaskan bahwa peserta AFK diberi keleluasaan dalam pemilihan tema film pada tahun ini. Peserta hanya perlu mengirimkan karyanya dengan ketentuan sederhana, yakni harus digarap di Kalimantan dan menggunakan bahasa daerah masing-masing.
“Ini ditempuh untuk lebih meluaskan pembacaan terhadap karya para sineas dan hubungannya dengan situasi di Kalimantan itu sendiri, ” ujar Munir.
Adapun program kompetisi AFK 2020 bakal dibagi menjadi dua kategori. Pertama kategori ‘Mandau Perak’ untuk kalangan pelajar, serta kategori ‘Mandau Emas’ untuk mahasiswa/umum.
Selanjutnya, untuk program non-kompetisi, AFK 2020 kali ini akan menyajikan pemutaran layar dari sederet karya yang dikirimkan sineas lokal. Minimal mereka bakal memutarkan karya sineas dari lima provinsi yang ada di Kalimantan, masing-masing satu film.
Sajian utama dari program non-kompetisi adalah Bauntung Batuah (film pelajar), Lingkar Kalimantan (film perwakilan dari tiap provinsi di Kalimantan), Lestari (film bertema lingkungan), serta Jamu Tamu (film dari luar daerah Kalimantan).
“Format penyelenggaraan AFK 2020 kali ini bakal dikemas secara virtual saja. Maklum, Pandemi Covid-19 membuat semua kegiatan jadi harus serba daring. Hal ini pula yang harus ditaati pelaku sinema,” jelas Munir.
Kendati begitu, Munir mengatakan bahwa pihak AFK masih terus membaca kondisi penyebaran Covid-19. Sehingga, jika ada situasi yang memungkinkan menggelar festival tahun ini secara offline (luring), maka pihaknya boleh jadi mengambil kesempatan tersebut, seperti tahun-tahun sebelumnya.
” Aruh Film Kalimantan punya visi dan misi yang besar, karenanya tidak sepantasnya ‘kalah’ dalam pertarungan melawan pandemi,” tandas Munir.@