MALAM itu, Sabtu, 2 Juni 2012, menjadi malam yang takkan pernah terlupakan oleh segenap pengurus dan aktivis Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin. Sekretariat LK3 yang berada di Komplek Rajawali,  Jalan Soetoyo S, Teluk Dalam, Banjarmasin, habis terbakar.

“Kami menangis dalam hati, melihat api melalap kantor, rasanya ada banyak yang hilang seketika itu,” ucap Noorhalis Madjid, aktivis  LK3.

Itulah sebagian dari catatan yang terdapat dalam buku tentang perjalanan LK3 yang sudah berdiri 27 tahun ini. Bagaimana akhirnya LK3 bisa bangkit lagi dari peristiwa malam yang menghanguskan itu, serta kepedulian dari banyak pihak yang turut membantu LK3 bangkit, bisa dibaca di dalam buku setebal 329 halaman ini.

Buku yang ditulis oleh Noorhalis Madjid, Sandi Firly, dan Mursalin ini berisi jejak-jejak perjalanan LK3 dari awal berdiri hingga keberadaannya saat ini. Ada 50 judul tulisan termuat di dalamnya, di antaranya diberi judul; Para Penggagas Awal, Diskusi dari Rumah ke Rumah, Dialog Teologis, Menggagas Kampung Sungai, Diterpa Isu Miring, Terbakar dan Bangkit. Judu-judul atau catatan itu disusun secara kronologois, hal ini untuk memundahkan pembaca menelusuri jejak perjalanan LK3.

LK3 berdiri atas gagasan Hasbullah, seorang dosen muda dari Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari dan juga aktivis HMI. Dia terbilang orang yang cerdas dan cemerlang. Tentu saja kombinasi antara pengalaman sebagai aktivis dan kecakapan akademis adalah modal besar untuk mendirikan “rumah besar”.

Demikian tertulis pada halaman 4, awal buku ini, yang menceritakan bagaimana LK3 mulai digagas dan kemudian beridiri pada bulan Sya’ban—yang menurut ramalan Kitab Tajul Muluk, bahwa mendirikan “rumah” pada bulan ini akan membawa pada akibat yang baik, yaitu “penghuninya” akan selalu mendapatkan rezeki, emas, dan perak yang diberkahi Tuhan.

Seperti kita tahu bersama, “rumah” LK3 masih tetap berdiri hingga saat ini dan terus menggeliat dengan berbagai aktivitasnya. Kendati, seperti ditulis di awal, “rumah” itu sempat terbakar, namun kemudian kembali tegak berdiri.

Buku yang dilengkapi foto-foto ini juga berisi refleksi para pegiat LK3, mengapa dan bagaimana aktivitas mereka selama berada dalam lembaga yang semakin eksis dengan berbagai kegiatannya ini. Tentu saja juga ada kesan dan pengalaman yang cukup mengharukan dari para aktivis, yang bahkan selama puluhan tahun masih setia bersama.

“Terus terang, melihat yang sudah dicapai LK3, ada rasa bangga, terutama saya yang terus mengikuti LK3 dari dekat, yang tahu sejak hari pertama ia dibentuk hingga hari ini dengan ratusan orang yang datang dan pergi silih berganti mengabdikan diri di LK3. Lembaga ini tidak hentinya melakukan pemberdayaan dan dialog, untuk kemajuan, kedamaian, dan kebahagiaan bersama,” tuils Rakhmalina Bakhriati.

Ada banyak kesan-kesan lain yang dituliskan mereka yang pernah dan masih beraktivitas di LK3. Tidak berlebihan bila buku ini terbilang lengkap untuk menggambarkan perjalanan panjang LK3 hingga sejauh ini, tak terkecuali suka duka para aktivisnya. Sudah pasti, ada banyak pelajaran, sejarah, terutama terkait dalam dunia keorganisasian di dalamnya yang bisa diperoleh para pembaca.

“Dengan hadirnya buku ‘Dialog 27 Tahun’ ini, semoga bisa memberikan warna lain bagi pembaca tentang LK3. Tentang kiprahnya dan orang-orang yang beraktivitas di dalamnya,” ujar Abdani Solihin, Direktur LK3 dalam catatan pengantarnya.

Buku ini juga memuat kata pengantar Andrinof A. Chaniago, Pendiri  Tim Visi Indonesia 2033, yang memiliki hubungan cukup dekat dengan LK3.

“Dilihat dari ekosistem pergerakan yang melahirkannya, LK3 memiliki ‘kekayaan rohani’ yang lebih lengkap dari perkumpulan-perkumpulan yang lahir dari rahim Tahun Reformasi 1999-2000,” tulis Andrinof.

Lebih lanjut Andrinof juga mencatat; “Disadari atau tidak, LK3 adalah juga perkumpulan yang memiliki visi yang betul-betul visioner. Memfokuskan diri pada kesalingterkaitan antara isu keislaman, kemasyarakatan, dan pluralisme adalah sebuah pilihan yang bernilai tinggi. Negara dan bangsa Indonesia masih jauh dari selesai dalam meletakkan hubungan antara ketiga isu tersebut dalam kehidupan bernegara dan berbangsa sehari-hari. Ini adalah tantangan besar yang sudah diambil LK3 jauh sebelum terjadinya ‘reformasi yang belum selesai’ ini.”

Bagi mereka yang pernah sezaman dari awal berdirinya lembaga ini, tentu buku  “Dialog 27 Tahun” ini akan mampu menghadirkan nuansa nostalgia. Sementara bagi generasi berikutnya hingga kini, buku ini sangatlah penting untuk membaca rekam jejak bagaimana sebuah lembaga mampu bertahan dan terus eksis di tengah berbagai tantangan, hambatan, dan perjuangan ideologi yang terus dinyalakan.

Buku “Dialog 27 Tahun” ini diluncurkan dan didiskusikan Rabu (27/10/2021) pukul 10.00-12.30 Wita, bertempat di Studio Sastro Harjo RRI Banjarmasin. Tampil sebagai narasumber; Prof Dr Fauzi Asri, Dr Fatrawati Kumari, M.Hum, Berry Nahdian Furqon, SP.M.S, Dr Taufik Arbaik, M.Si, dan moderator Alfisyah, S.Ag, M.Hum. M.Pd.@

 

Facebook Comments