IA PUKUL DINDING WAKTU
“cahaya, cahaya, cahaya!”
dada ini bergetar
pergulatan tak henti-henti
ia pukul dinding waktu
jam berdentang tiga kali
malam larut
bulan sabit terayun di senyap langit
ia meremukkan rindu tetes embun
pada segala kisah daun-daun
yang menguning rontok
melayang
jatuh di rapuh usia
“cahaya, cahaya, cahaya!”
jiwa ini berguncang
ia pukul dinding waktu
dengan segala ngilu!
Jaspinka, 2021
PERISTIWA KECIL SUATU PAGI
di luar pagi pecah
suara ayam dan burung
ia membuka jendela, pintu rumah
dan ke luar, di sudut halaman di ranting anggrek putih
seekor prenjak mematuk ulat
: paruh prenjak mencincang ulat
tamat sudah sebuah riwayat!
tidak ada yang terlihat istimewa
dan perlu dicatat
hanya kesunyian
perlahan mengental dalam sukma
: di halaman rumah kecil, di ranting anggrek
ini pagi seekor prenjak matanya memancarkan
cahaya sukacita
lalu berdencir-dencir tak henti-henti
bergerak dari ranting anggrek putih
ke ranting mawar, ke ranting melati
ke ranting hati paling nyeri.
Jaspinka, 2021
DI BAWAH SENGAT MATAHARI
di bawah sengat terik matahari
ia bertarung
menaklukkan diri
mengalahkan hawa nafsu
menundukkan kata-kata
yang liar
mulut-hatinya meletupkan doa
serupa ratusan singa lapar
orang-orang di sekitar
menarik-menyeret dirinya
ke bibir jurang
“ini manusia paling hina!”
“musnahkan!’
“terjunkan ke jurang!”
suasana riuh, matahari kian pecah
“tunggu dulu, jangan terburu eksekusi!”
“barangkali ia penulis puisi!”
“penyair?!”
seketika tubuhnya meleleh
serupa lilin tapi bukan
serupa gumpalan darah tapi bukan
lelehan tubuhnya adalah huruf-huruf
o, huruf-huruf, perlahan berubah kata-kata
o, kata-kata menjelma puisi surealis!
ratusan singa lapar terkesima
sujud dan hormat
“jangan terjunkan ke jurang!”
Jaspinka, 2021