KESEDIHAN ROYA
“duduklah di kursi itu, Youssef
lalu tengadah”
sepasang tangan yang selalu hangat dan cermat
akan memberimu beberapa tetes cairan
penghilang rasa terbakar ke sepasang
matamu yang tak bisa melihat
setelahnya, sore adalah secangkir teh
semangkuk kecil kelopak jasmine
dan tugas-tugas ajarmu yang diselesaikannya
“masihkah kau tak percaya
bahwa malaikat tak hanya berdiam di surga?”
Roya dengan parasnya yang bersahaja
demikian tersipu
hingga suatu dini hari sepasang matamu membuka
sepenuhnya
menyingkap ruang-ruang terasing dunia
kerlap lampu-lampu malam, kejahatan kecil di kereta
hingga hasrat tersembunyimu
kepada Pari
“mulai kini, berhenti kau berlaku seperti Ibu
terus-terusan mencemaskanku”
Roya berhenti, terluka
melepasmu terantuk-antuk mengejar Pari
membawa si kecil Maryam, ia pulang ke Kashan
kelak Roya tak pernah tahu
kau membuat segala yang berharga menjadi abu:
buku-buku, foto pernikahan, lembar-lembar ajarmu
tentang Rumi
juga ketika matamu kembali ke semula
sesaat setelah kau pandang foto terakhir yang selamat
yang dikirim teman jauhmu, Morteza
di taman dekat rumah sakit
dengan setelan warna kelabu
kau yang tak bisa melihat, berdiri tenang
dekat danau
terlindung rimbunan pohon willow
Ampenan, Februari-September 2021
Dari film “The Willow Tree” karya Majid Majidi, 2005
TIGA KELUARGA BURUNG
tiga keluarga burung kehilangan sarang
ketika tiga pijar api menghabiskan ladang
sekeluarga terbang jauh, menempuh nyeri gurun
sekeluarga menyusur timur dusun
mencari naung di bawah segerumbul bentul
sekeluarga lagi selalu muncul
ke rumah mimpi
mematuk-matuk jendela
dengan kidung berganti-ganti
kidung yang dulu mekar
dari bibir seorang biyung
jauh, jauh
sebelum sepasang matamu rabun
sebelum sepasang telingamu
hening kehilangan dengung
Ampenan, Oktober 2019
KUSIBUKKAN DIRIKU MENANAM
di musim yang remang
kusibukkan diriku menanam
agar matahari menjulur ke punggungku
seperti anakku, lentur dan riang
main kuda-kudaan
“ibu, ibu, ayo bergerak ke depan
bawa aku seperti kuda betulan”
tak seperti kupu-kupu yang mengusap sebentar
belalang tak gentar pada peringatan
ia lubangi rumpun serai, mawar
miana, portulaca juga mangkokan
musim yang kian remang
kutegakkan diri memandang bayang-bayang
matahari yang merapat
merambati duka-duka hangat
sedang dari timur, angin lembut terulur
mengatupkan beribu-ribu mata
begitu dekat
begitu dekat
Ampenan, 14 Juli 2021