Menjadi dosen di almamaternya, sejak awal memang merupakan cita-cita Prof. Dr. Budi Suryadi, M.Si.
Dengan senyum yang sama renyahnya seperti puluhan tahun silam saat masih sering terlibat kegiatan diskusi mahasiswa, Budi, demikian dosen satu ini biasa disapa, menceritakan bagaimana awal ia menjadi dosen di Fakultas Ilmu Sosial, Pemerintahan (FISIP) Universitas Lambung Mangkurat (ULM).
Pada perkuliahan S-1 nya di semester akhir, Budi mendapatkan beasiswa ikatan dinas dari Kementerian Dalam Negeri yang mensyaratkan kewajiban menjadi dosen setelah lulus. Pada 1998, akhirnya Budi resmi bergabung sebagai tenaga pendidik di ULM.
Lelaki kelahiran Kotabaru, 22 Januari 1973 ini beruntung karena dosen-dosen seniornya mengajarkan banyak hal, misalnya mengajarkan bagaimana bersikap terhadap mahasiswa dengan selalu menjaga kewibawaan tanpa kehilangan selera humor, juga bagaimana bersikap terhadap sesama kolega dosen, terutama yang lebih tua. Dosen-dosen senior itu juga senantiasa melibatkan dosen junior seperti dirinya untuk mengampu mata kuliah bersama, memberikan porsi mengajar secara mandiri, memberikan keleluasaan dalam mengajar dan mengembangkan materi ajar.
Demikian pula dengan penelitian dan pengabdian di masa awal menjadi dosen. Ada banyak cerita yang patut dikenang, di antaranya buku-buku referensi penelitian yang harus beli sendiri karena keterbatasan sumber pustaka di masa itu, mengerjakan pengabdian secara keroyokan oleh semua dosen yang membuat kebersamaan antarkolega semakin kuat, sampai tugas tetap para dosen senior menjadi ‘penyembuh’ mahasiswa-mahasiswa yang kesurupan saat kegiatan pengabdian pada masyarakat. Semua menjadi kenangan tak terlupakan bagi seorang Budi Suryadi.
Memenuhi tuntutan kewajiban untuk meningkatkan kualifikasi sebagai dosen, Budi melanjutkan studinya ke jenjang S-2 pada tahun 2003 di Universitas Airlangga (Unair), Surabaya. Kemudian selama tiga tahun sejak 2011, Budi menyelesaikan studi S-3 nya, masih di Unair. Meski merupakan salah satu pencapaian hidup yang luar biasa, Budi juga menyesalkan momen kelulusan S-3 nya tersebut. Kedua orangtuanya, baik ayah maupun sang ibu tak bisa berhadir di momen itu karena telah meninggal dunia.
“Ibu meninggal saat saya sedang di semester VI studi S-1, sedangkan abah meninggal saat saya sedang studi S-2 di Unair. Meski demikian, selalu terngiang doa-doa mereka dari jauh untuk keberhasilan saya,” kenang lelaki penyuka makanan laut ini.
Budi senantiasa mengidolakan orang tuanya, sehingga ketika momen pengukuhan Doktoral dan selanjutnya, pengukuhannya sebagai Guru Besar, ketiadaan mereka terasa demikian menyedihkan.
Cerita tentang pencapaian Guru Besar seorang Budi Suryadi merupakan cerita berliku tentang perjuangan panjang membuka jalan ke arah itu.
“Ilmu sosial termasuk ranah yang agak sulit akses jurnal internasional berkualitas. Saya memulainya cukup lama, tiga tahun lamanya berkeliling mengikuti konferensi di beberapa negara seperti Malaysia, Korea Selatan, dan Jepang. Dari situ mendalami jurnal internasional scopus dan bertemu beberapa reviewer jurnal internasional. Pengalaman itu yang membantu saya menuju guru besar ini,” papar suami dari Hj. Syahrida, SH, MH., dosen Fakultas Hukum ULM ini.
Budi Suryadi Merintis
Banyak hal yang telah dirintis oleh Prof. Dr. Budi Suryadi, M.Si. Sebagai sivitas akademika ULM. Di antara yang paling berkesan baginya adalah menulis buku yang turut menginspirasi perubahan singkatan Unlam yang sering diasosiasikan dengan Universitas Lampung dan bahkan diplesetkan menjadi universitas lambat maju menjadi singkatan yang lebih dapat diterima, yaitu ULM yang merupakan singkatan awal huruf Universitas Lambung Mangkurat. Ternyata saat itu hal ini berimbas pada naiknya biometrix ULM dari peringkat 350-an menjadi 200-an.
Di lingkup program studi sendiri, Prof. Budi ikut merintis lab ilmu politik, dan merintis integrasi mahasiswa regular B FISIP ke dalam sistem daring yang mulai berlaku di ULM, serta mempelopori penerimaan mahasiswa murni tidak bekerja sebagai mahasiswa regular B.
Rintisan lain yang dilakukan Budi Suryadi adalah mendirikan Pusat Studi Asean di ULM sebagai upaya merespon perkembangan program Kementerian Luar Negeri untuk memiliki jaringan kajian negara-negara Asean di kampus. Hingga saat ini, lembaga ini masih tetap eksis dengan Kemenlu sebagai mitra kerjasama.
Budi Suryadi juga menjadi bagian yang mengawali berdirinya PPJP (Pusat Pengelolaan Jurnal dan Penerbitan) ULM. Sepulang dari magang selama sebulan di Insitut Teknologi Bandung, di mana salah satu kegiatannya adalah mempelajari PPJP ITB, Prof. Budi menyampaikan pada Rektor perlunya pendirian PPJP di ULM.
Tahun 2021 ini, Prof. Budi dan koleganya merintis jurnal internasional di ULM dengan nama International Journal of Asian Studies atau disingkat IJSAS. Jurnal ini diperuntukkan bagi para dosen yang ingin mempublikasikan tulisan secara internasional sekaligus turut mendorong biometrix ULM yang pada tahun ini sudah berada di urutan 61 setelah tahun sebelumnya berada di posisi 64. Fokus IJSAS adalah tema sosial sains di bidang lahan basah. Fokus jurnal pada lahan basah dibuat memang untuk menunjang ULM sendiri menjadi pusat unggulan penelitian lahan basah di Asia Pasifik pada 2024.
”Saya membangun JISAS untuk mengurangi jarak keterbatasan akses dan membiasakan dosen ULM dengan mekanisme sistem di jurnal internasional sehingga muncul kepercayaan diri bahwa jurnal internasional bukan sesuatu yang menakutkan atau sesuatu yang tidak bisa dicapai. Apalagi submit di IJSAS bebas biaya, jadi dosen ULM cukup menyiapkan artikel dan belajar memperbaiki naskah artikelnya,” demikian penjelasan lebih lanjut Prof. Budi mengenai IJSAS.
IJSAS saat ini telah menggunakan ojs (open journal system) dengan double-blind review, serta pengecekan plagiasi turnitin dengan batas di bawah 20%. IJSAS ditargetkan untuk menjadi jurnal internasional bereputasi, apalagi setelah editorial board jurnal telah memiliki ID Scopus. Meski demikian, ciri khas bebas biaya pemuatan masih akan terus dipertahankan ke depannya.
Selain menjadi perintis sejumlah lembaga dan kebijakan di tingkat fakultas dan universitas, Budi juga memeroleh sejumlah capaian, di antaranya tahun 2012 menjadi dosen berprestasi di FISIP, tahun berikutnya, 2013 menjadi dosen berprestasi tingkat ULM. sejak 2017 sampai sekarang menjadi mitra bestari (reviewer) sejumlah penelitian nasional di Kemenritsek Dikti yang sekarang berubah menjadi Ristek-Brin, juga menjadi reviewer penelitian di universitas swasta dan Lldikti XI. Tahun 2019 Prof. Budi menjadi staf ahli Menteri Dalam Negeri, dan tahun 2021 ini resmi menjadi anggota Senat ULM sebagai sekretaris komisi A.
Budi Suryadi dan ULM ke Depan
“ULM sekarang semakin maju dan berbeda dari yang dulu. Banyak pembenahan dilakukan di mana semakin cepat bertambahnya jumlah Gubes (Guru Besar –red), penggunaan TIK dan peringkat penelitian/pengabdian yang semakin bagus. Kekurangannya ULM sekarang hanya masih berstatus satker (belum BLU). Kita tahu sekarang di indonesia jumlah universitas yang masih satker semakin berkurang. Saat ini jumlahnya hanya sekitar 30-an. Menjadi BLU (Badan Layanan Umum –red) memungkinkan ULM lebih mandiri dan lebih bebas berinovasi,” demikian penjelasan Budi Suryadi mengenai harapannya untuk ULM ke depan.
Lahirnya jurnal internasional merupakan langkah meningkatkan kualifikasi ULM, menaikkan peringkat biometrix sekaligus semakin memapankan visi strategis ULM sebagai unversitas dengan lahan basah sebagai fokus unggulan tridharma.
Untuk ULM, boleh jadi seorang Budi Suryadi telah memberikan pengabdian terbaiknya. Perjalanan ayah dari tiga orang anak ini selama di ULM memang tidak sebentar, sudah sejak S-1 tahun 1991, tiga puluh tahun silam hingga sekarang. Dari reputasi yang telah dibangunnya, tampak sekali dedikasi seorang Budi Suryadi terhadap almamater tercintanya. Tentu saja, dalam sisa waktu pengabdiannya, Prof. Dr. Budi Suryadi, M.Si. diharapkan dapat terus memberikan kontribusi terbaiknya. (tim/majalah berita ULM)