FORUM Sineas Banua (FSB) menggelar Ngobrol Film (Ngofi) #31 dengan menayangkan film dokumenter berjudul Invisible Hopes di Kafe Dharma Coffe, Jalan Pramuka, Komplek Perumahan DPRD, Kota Banjarmasin.

Lam Horas Film berhasil menangkap sebuah peristiwa dalam potret kehidupan para wanita hamil, serta anak-anak yang lahir dan hidup di dalam penjara.

Sejumlah kawula muda tengah menonton film dokumenter Invisible Hopes di Dharma Coffe, Jalan Pramuka, Komplek Perumahan DPRD, Kota Banjarmasin.

Dan sebuah film panjang yang berdurasi 1 jam 45 menit ini disutradarai sekaligus diproduseri oleh Lamtiar Simorangkir.

Dalam tayangan di beberapa durasinya, terlihat potret seorang anak kecil dalam bingkai jeruji besi. Berpakaian lusuh, anak-anak itu asyik berlarian di lapangan. Lahir dan hidupnya di penjara, entah sampai remaja kelak.

“Kisah itu merekam seorang anak kecil yang hidup dan dilahirkan sudah berada di dalam penjara. Dan bagi saya tidak adil,” ucap Lamtiar disela acara kepada Asyikasyik, pada Minggu (4/6) malam.

Lamtiar menceritakan, seorang ibu tengah tersenyum sambil menggendong bayi yang masih belia di dalam jeruji besi. Dia mengaku, film itu sungguh ironis yang membuatnya terpukul serta bersemangat dalam membuat film dokumenter tersebut.

Selama syutting, Lamtiar merasa kesulitan untuk tidur apalagi dirinya sangat terganggu dalam pikiran tentang film ini. Bagaimana pun, pihaknya diburu oleh situasi yang harus menyelesaikan project tersebut.

“Kami itukan syuttingnya berbulan-bulan ya. Ada 4 penjara yang kami jadikan bahan riset, bahkan setiap harinya kami observasi ditempat sana,” ujarnya.

Bahkan, Lamtiar menyebut peristiwa yang ditangkapnya selama di penjara tidak semua terekam di layar film. Dia menganggap cuma 10% saja dari realita yang terjadi di sana.

Lamtiar melihat kasus ini penuh emosional, sehingga perlu diketahui oleh masyarakat luas di Indonesia.

“Seharusnya, anak-anak (penjara) itu memiliki hak yang sama dengan anak lain diluar sana. Dan hidup di lingkungan penjara, seolah anak itu memposisikan dirinya juga sebagai narapidana,” ungkap Lamtiar, tegas.

Eliyana Puspita Sari, Ketua Narasi Perempuan menjadi moderator dari Ngofi tersebut. Dia menyebut kondisi anak-anak yang terlahir di penjara itu haknya terampas, bahkan perhatian terhadap ibu yang tengah hamil pun tidak terjamin oleh negara.

“Fasilitas yang tidak memadai, makanan yang dikonsumsi oleh anak itu. Segala macam kebutuhannya tidak diperhatikan, artinya negara tidak hadir atas persoalan yang dihadapi oleh perempuan,” tandasnya.

Film ini telah menjadi atensi dari Kementerian Hukum dan HAM RI, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komnas HAM, dan Ombudsman RI, setelah mengikuti penayangan tersebut. Hingga film ini diputar ke 13 Provinsi, belum ada kejelasan terkait kesejahteraan anak-anak narapidana di sana.

Facebook Comments