Susi Pudjiastuti berjalan menuju panel diskusi di Neka Museum. Gaun hijau lumut membalut indah dengan kacamata hitam. Rebecca Henschke jurnalis asal Australia untuk BBC’s Indonesia Editor based in Jakarta yan Former KBR/Tempo menyambutnya ke atas. Di hadapannya telah tersusun rapi para jurnalis dari berbagai media Nasional dan luar negeri bercampur baur dengan para penulis, seniman, aktivis lingkungan, dan turis asing yang berbagai latar belakang aktif menyuarakan soal lingkungan dan kemaritiman.
“Look, She is a political rockstar!” ucap Rebecca disambut riuh respon dan tawa audiens. Dalam panel itu, Rebecca sebagai speaker sekaligus moderator yang menjembatani para penannya berbahasa Indonesia untuk disampaikan dengan Bahasa Inggris agar audiens lain bisa memahaminya. Secara, para peserta didominasi wisatawan luar. Perbandingannya mungkin 1:10. Alhasil, seluruh diskusi hingga berakhir sesi saya berasa nonton film hollywood.
Dalam pernyataannya, bunda rockstar bertato phoenix ini tidak menyangka, respon dan upaya dari orang-orang kreatif di Indonesia. “Tenggelamkan” menjadi frasa populer secara nasional setelah ia benar-benar memenuhi ancamannya menenggelamkan kapak-kapal asing yang melakukan illegal fishing di perairan Indonesia.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama, gaes, Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia ini telah menenggelamkan sekitar 87 kapal ilegal hingga akhir 2017 lalu. Ketegasannya menjadi cerminan perjuangan melindungi sumber daya laut dan jutaan nelayan di Indonesia.
Susi bilang kepada Rebecca, tolong jangan beri dia pertanyaan yang sama dengan wartawan lain yang pernah mewawancarainya. Audiens tertawa dan Rebecca menampilkan gigi putih rapi sembari menunjuk para jurnalis di hadapan keduanya.
“Terlibat dalam pemerintahan, yaitu kabinet menteri, tentu tak pernah ada dalam kepala saya. Namun sebagaimana permintaan Presiden Joko Widodo untuk menyelamatkan masa depan Indonesia yang berkutat di poros maritim, saya kira mengapa tidak. Saya mencintai laut dengan segala isi dan teritorinya,” ucapnya.
Pada awalnya banyak yang tidak percaya karena kurangnya data valid soal kekayaan laut, ungkap Susi. Memunyai jumlah ikan yang banyak tapi dicuri oleh negara lain.
“Dan saya harus melakukan sesuatu terhadap semua itu. Saya pergi ke Pak Presiden mengajukan proposal regulasi soal ilegal fishing di perairan Indonesia agar ditindak. Salah satu caranya ya ditenggelamkan. Pengajuan itu disetujui dan tentu dengan dukungan pihak navy, dalam hal ini TNI-AL yang memunyai kewenangan. Hasilnya, setelah kapal-kapal itu ditenggelamkan, negara tetangga yang melakukan ilegal fishing di perairan Indonesia, minim produksi ikan. Nah, kan, semua akhirnya tahu!” tegasnya.
“Mereka para ilegal itu tidak bisa disebut sebagai nelayan. Mengarungi 3/4 lautan untuk menangkap 400 ton hiu. Ini adalah kejahatan transnasional yang terorganisir. Jika kita punya hak asasi manusia, kita juga butuh hak asasi ekosistem. Mana perlindungan untuk hak-hak laut?”
Seorang Jurnalis bertanya, mengapa ia harus menenggelamkan dengan meledakkan. Jurnalis itu pikir, dengan cara demikian justru akan merusak ekosistem laut.
“No! Itu tidak seperti yang kamu pikirikan. Untuk menenggelamkannya, tentu kita harus mengosongkan isi kapal. Tidak ada minyak yang ditinggal di dalamnya. Kapal itu tenggelam perlahan. Petugas kami membuka lubang-lubang di beberapa lorong kapal agar air masuk perlahan dan membuatnya tenggelam. Soal ledakkan, you know! Itu gertakan, dengan hitungan 3.. 2.. 1… and boom! Semua media menyorot dan secara visual ini sampai ke seluruh dunia. Agar mereka tau, jangan main-main dengan kelautan di Indonesia!”
Riuh tepuk tangan audiens menggema di Neka Museum. Menurutnya, “Tenggelamkan” sebenarnya kalimat yang menakutkan, seperti teror, tapi bagi masyarakat Indonesia menjadi tren bahkan viral di media sosial.
“You don’t visit your girlfriend on Saturday night: tenggelamkan. You don’t pray on Friday: tenggelamkan. You don’t eat fish: tenggelamkan. It’s funny. But I’m fighting a very serious trans-national network of organized crime.” @susipudjiastuti at #UWRF18. Ananda Perdana Anwar for asyikasyik.com. @