SERATUS dua puluh tiga menit mungkin terlalu singkat untuk genre fantasi aksi. Kecuali untuk mereka yang kebelet pipis sejak pertengahan film diputar. Wiro Sableng Pendekar Kapak Naga Geni 212 menjadi pengalaman baru bagi penikmat film genre ini di Indonesia. Visual dan Audio Effect yang bener-bener sableng. Bertabur artis dan aktor kawakan Indonesia. Saya rela menghabiskan waktu di bioskop lama-lama asal dibayarin. Angkat 4 jempol kepada Sutradara Angga Dwimas Sasongko dan Lala Timothy sebagai produser beserta kru yang sudah terpontang-panting menaikkan ekspektasi mereka ke tingkat tinggi.
Saya sedang berusaha membuat catatan tanpa ada spoiler sedikit pun. Secara, film ini masih ngelayar entah sampai di angka berapa mampu mencapai jumlah penonton. Ekspektasi saya, mungkin akan lebih dari 3 juta penonton dalam sebulan. Kita lihat saja nanti, kapan dia turun layar. Untuk kamu yang pengin tahu mending nonton saja lah!
Layar 20th Century Fox mendebarkan di layar pembuka. Cerita diawali sebagaimana yang telah tertuliskan. Konflik antara Mahesa Birawa (Yayan Ruhian) yang membunuh kedua orangtua Wiro semasa kecil di desa Jatiwalu. Mahesa berkelahi sengit melawan Renawelang (Marcel) dan ibundanya Wiro, Suci (Happy Salma), yang berakhir dengan kebakaran besar di desa itu. Wiro yang masih dalam buaian diselamatkan oleh Sinto Gendeng (Ruth Marini) dan dibawa ke Gunung Gede. Wiro Dilatih selamat 17 tahun oleh Sinto Gendeng sampai ia mewariskan seluruh kekuatan termasuk mewarisi kapak legenda, Kapak Naga Geni 212.
Wiro diutus oleh Sinto Gendeng mencari Mahesa Birawa dan mengajaknya kembali ke Gunung Gede. Pada bagian ini Angga Dwimas Sasongko sebagai Sutradara masih terlihat ingin menceritakan asal-usul agar jelas tanpa banyak memberitahu, tapi menunjukkan saja. Pergantian layar ke layar terasa agak hambar dan begitu lambat.
Pada intermezzo kedua setelah Wiro turun gunung, ia dihalangi oleh Dewa Tuak (Andi Rif) dan muridnya, Anggini (Sherina Munaf). Dewa Tuak memberikan syarat kepada Anggini jika betul-betul ingin menjadi pendekar maka dia harus membantu Wiro mengalahkan Mahesa Birawa. Dan sebagaimana yang telah dituliskan dalam novelnya, Dewa Tuak ingin Anggini bisa berjodoh dengan Wiro Sableng, yang mana gurunya Sinto Gendeng adalah rekan seangkatannya. Saya merasa di sini malah terlalu cepat, atau mungkin sangat disingkat sekadar tanda dan tidak membuang asal mula cerita yang ada di buku.
Adegan di sebuah warung dengan Kalingundil (Dian Sidik) dan Empat brewok menunjukkan adegan perkelahian pertama yang ciamik guila! Saya itu ya, kalau ingat Dian Sidik jadi ingat Jaka Tarub dan Jaka Tingkir di era 90 an.
Perkelahian bermula dari kedatangan putri Rara Murni (Aghniny Haque), adik kandung dari Raja Kamandaka (Dwi Sasono) dengan pangeran (Teuku Rifnu Winaka) yang penyamarannya terbongkar. Di sinilah, kemampuan Wiro Sableng dengan dengan segala bela dirinya dalam frame dipertaruhkan. Hasilnya? Mengejutkan! Tonton sajalah.
Padahal saya ingin istri saya tertawa dan terhibur puas saat menonton, eh dia malah nangis bombai di pojokan kursi. Terharu. Angga Dwimas Sasongko berhasil memvisualkan adegan yang memang betul-betul mengharukan. Menontonnya, membuat perasaan teraduk dari senang, menegangkan, semaunya, konyol, lucu, kocak, dan haru. Luar biasa. Salut juga dengan penulis skenarionya. Saya tahu ada Seno Gumira Ajidarma, saya suka semua karya tulisnya.
Hampir semua aktor begitu total memainkan peran. Melihat sang Raja Kamandaka (Dwi Sasono) saja saya terkagum. Ketegasan dan wibawanya sangat dipertaruhkan. Padahal saya tahu betapa lebaynya Dwi Sasono di komedi situasi tipi.
Angga meyakinkan bahwa seluruh proses yang dilakukan timnya baik itu pengambilan gambar, latihan, sampai editing 100% berproses di Indonesia dan dikerjakan oleh orang-orang Indonesia. Wajar jika ia sangat membanggakan ini. Di saat genre SC-FI, superhero/antihero CGI yang halus dan rapih selalu didominasi oleh film-film hollywood Marvel dan DC Comic. Saya bilang, Wiro Sableng Film Kampung, Sinematik America.
Pada bagian Wiro didatangi Bidadari Angin Timur (Marsha Timothy), pemandangan alam yang luar biasa ditunjukkan di sini. Dan terfavorit bagi saya adalah saat Rara Murni, Anggini, dan Bujang Gila Tapak Sakti mendatangi Wiro. Melihat Rara Murni, wajar jika Wiro bilang begini: “Udah Cantik, basah lagi!”
Pertarungan dengan Kala Hijau (Gita Arifin) membutuhkan visual effect yang cukup berat. Selain menggandakan diri, beberapa kekuatan kesaktian termasuk pertama kali penggunaan seruling kapak naga geni merupakan bagian tersulit untuk mereka di balik layar CGI. Ini berat loh, dan Indonesia membuktikannya mampu di film ini. Saya yakin ke depan CGI kita akan lebih baik lagi.
Aktor utama Vino G Bastian sebagai Wiro Sableng mampu mengendalikan emosi penonton sepanjang frame. Ruth Marini sangat total memerankan Sinto Gendeng melebihi ekspektasi sinetron. Tentu dibantu dengan lamanya ia bergelut dalam seni peran dan menjuarai monolog di satu seni pertunjukkan. Kombinasi koreografi di seluruh gambar begitu apik dari Yayan Ruhian yang juga berperan sebagai Antagonis Utama, Mahesa Birawa.
Sebagai film aksi laga, sekaligus humor juga, film ini berhasil mengangkat pencak silat ke kancah dunia (lagi). Tentu mengiri kesuksesan beberapa film Indonesia sebelumnya. Meski sangat terasa, film ini begitu dipress agar tidak terlalu lama. Ceritanya begitu banyak disingkat sekadar kebutuhan pengambilan gambar. Saya mencium aroma cerita yang masih disimpan untuk dilanjutkan beberapa film lagi.
Di akhir layar, saya mendapati credit scene, kehadiran Pangeran Matahari yang turun gunung melawan Wiro Sableng. Kabarnya, diperankan oleh Abimana. Lihat nantilah. Saya yakin sekali, project sableng berjalan lagi dalam beberapa tahun ke depan. Jika boleh mengambil contoh, lihatlah jarak produksi sejak Iron Man pertama hingga The Avanger Infinity War, ya segitu. Hampir 10 tahun. Tak menutup kemungkinan sebagaimana Captain America series dengan Avangernya. Bayangkan saja, pasar perfilman laga aksi fantasi di Indonesia akan saling berbenturan dan meramaikan jagad bioskop kita di Tanah Air, kan, seru tuh.
Terlebih lagi, Wiro Sableng mempunyai dasar cerita yang kuat dari Novel yang dikarang Bastian Tito sebanyak 185 judul. Kebayang, gak, sih jika semua judul mampu difilmkan oleh LifeLike Pictures? Saya mencium lagi aroma marketing yang gila-gilaan ini. Ini adalah proyek gila tersableng jangka panjang. Mereka juga sudah merilis property official Kapak Naga Geni 212 yang dipamerkan, ditambah action figure yang dijual untuk publik. Tulisan ini menjadi terlalu panjang, saya akan membahas satu persatu pendekar di catatan lain, yak!
Finally, Lala Timothy punya gaya. Meyakinkan pihak 20th Century Fox andil dalam proyek Wiro Sableng itu seperti taruhan harga diri dan bukan perihal mudah. Apalagi, Indonesia dan Wiro Sableng adalah pertama yang berhasil melakukan kerjasama dalam ruang lingkup Asia. Jos!
Saya ramal, dalam beberapa waktu ke depan, pendekar-pendekar kita di Indonesia akan mengiringi kesuksesan Wiro Sableng ke layar lebar. Masih ada Si Pitung, Si Buta Dari Goa Hantu, Gatot Kaca, Gundala, atau yang agak milenial dikit Saras 008, dan Panji Manusia Milenium. Dan perkirakan saja, bagaimana jika mereka dipertemukan dalam satu frame seperti Civil War, kebayang, gak, tuh!@