Dear milenial, orang tua anda tidak akan pernah merasakan asyiknya bertadarus Quran lewat aplikasi Clubhouse. Ramadan kali ini terasa pun terasa berbeda dan lebih berwarna.

Pada mulanya, Clubhouse (selanjutnya disebut CH, red) populer di kalangan para pebisnis dan CEO untuk seminar audio, menciptakan sebuah ruang diskusi via suara layaknya podcast. Ada room-room tertentu yang bisa dimasuki secara publik. Ada juga room privat yang hanya diisi para pengguna dalam lingkaran dekat pertemanan mereka.

Ramadan tahun ini, CH melambung lagi dengan room-room yang berbau agama. Saya sering mendapati pengajian atau pembacaan-pembacaan kitab lintas bidang. Mulai dari fiqih sampai ilmu akhlak. Secara positif, CH menjadi platform lagi terkhusus pengguna iOS mendapatkan pencerahan para pendakwah.

Uniknya, ada room lintas negara bahkan Malaysia dan Saudi Arabia yang diisi para Qori di seluruh dunia. Mereka bergabung dalam ratusan user dalam room dan bertadarus layaknya kita bertadarus di mushola atau masjid di Indonesia.

Dalam lingkaran Indonesia pula. Asyiknya jika user diberi opsi moderator untuk bicara, maka bisa sekalian untuk membenarkan bacaan. Seru sekali, tak terasa kita mendengarkan alunan Quran dari berbagai aksen dan suara. Dari yang mengajinya standar, slow, sampai yang memang betul-betul paham huruf dan melagukannya layaknya imam masjidil haram. Wah, berasa berpahala sekali.

Semenjak awal menggunakan, CH justru menjadi aplikasi utama para menteri kita di Indonesia mendiskusikan sejumlah program kenegaraan. Tak sedikit pula praktisi yang berkembang dalam bisnis, para owner, CEO hingga pelaku industri kreatif. Positifnya banyak disiplin ilmu yang bisa didapatkan realtime sekali klik dalam genggaman.

#FYI,ClubHouse sebagai sosial media berbasis audio tidak menampilkan visual bergerak. Hanya suara pengguna dan foto profil saja. Lebih aman dari VC yang liar. Ya setidaknya tidak dengan gambar.

Clubhouse semakin populer oleh pengguna iPhone dan sering menjadi  pemberitaan. Popularitas aplikasi yang dirilis oleh Paul Davidson dan Rohan Seth ini diluncurkan sejak April 2020 lalu. Baru setahun padahal. Namun begitu cepat meroket setelah pendiri alias CEO Tesla Elon Musk dan CEO Facebook Mark Zuckerberg nimbrung dalam user.

Meski begitu, medsos berbasis audio bukanlah hal baru. Kita sebagai netizen sudah akrab dengan platform multifungsi seperti Discord, WhatsApp, dan Line. Lantas, kok bisa sih? Clubhouse bisa populer dan terkesan ekslusif.

Menurut pengamat media sosial Eno Bening, hal itu disebabkan oleh aplikasi Clubhouse yang mampu memberikan pengalaman unik dan berbeda bagi para penggunanya. Terutama pengguna iPhone.

Meski demikian, saya berharap para pengembang CH terus menggali dan mulai membuka ketersediaan mereka di playstore agar para pengguna android merasakan sensasinya.

Secara, teman-teman kita di sini juga memunyai skill yang di atas rata-rata untuk sekadar bicara depan gadget mereka. Baik dalam hal menyampaikan pengetahuan, ilmu yang bermanfaat, atau sekadar melucu saja. Meski tak sedikit pula yang kekeuh dengan androidnya tanpa melek perkembangan apa yang sedang ada di iOs.

Clubhouse menjadi warna baru dalam ranah podcast multiguna. Dengan mendengar, kita banyak belajar betapa mendengar saja tanpa menanggapi apa pun, melatih kesabaran dan keberterimaan akan informasi yang diterima dari lawan. Atau kepada mereka yang pro sebagai pembicara, dalam CH, mereka dilatih bagaimana mengontrol emosi tanpa melihat ekspresi pendengar. Si pembicara mesti memahami situasi komunikasi, kapan dia harus terus berbicara, dan kapan dia harus berhenti bicara. @

Banjarbaru, Kopi Selir, 21.46, 15 April 2021.