KOTA BANJARMASIN dikenal sebagai kota yang sejuk dalam beragama dan jauh dari konflik antar agama, setidaknya dalam kurun 10 tahun terakhir. Namun, itu bukan berarti tak ada persoalan.
Hal itu diungkapkan dalam diskusi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) yang digelar Lembaga Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan (LK3) Banjarmasin di Rumah Alam, Sungai Andai, Banjarmasin, Senin (31/1/2022).
Diskusi ini digelar memanfaatkan kehadiran staf kedutaan Belanda Joris Ramm (second secretary, political affairs) bersama juru bicaranya Edwin Arifin (Senior Policy Advisor, Political Affairs) ke Kota Banjarmasin. Dimoderatori Ahsan Jamet Hamidi, perwakilan dari The Asia Foundation (TAF), diskusi dihadiri sejumlah organisasi masyarakat terdiri Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Banjarmasin, perwakilan komunitas LGBT, tokoh, dan umum.
Staf Kedutaan Belanda Yoris Ramm menyampaikan rasa senangnya dapat berjumpa dengan komunitas beragama di Kota Banjarmasin. Dia mengaku cukup mengetahui persoalan konflik di tingkat masyarakat kecil, sehingga banyak pandangan untuk mengentaskan masalah intoleransi dan sebagainya.
“Keadaan kondisi saat ini di Banjarmasin adalah imbas dari politik dari Jakarta atau pusat yang mempengaruhi kebebasan beragama itu,” ucap Yoris.
Yoris berpandangan, kaum muda dapat dilibatkan untuk mencegah perpecahan dalam beragama. Dia menginginkan, langkah bersama untuk mengatasi isu yang kerap membenturkan masyarakat dengan kepentingan politik di pusat. “Kita bersama-sama mencari jalan keluarnya, dan mencari temu masalah yang sama. Masyarakat di tingkat atas kadang tidak terhubung ke bawah, dan apalagi dengan anak mudanya,” tandasnya.
Ketua FKUB Kota Banjarmasin Maskur menilai, meskipun di Kota Banjarmasin mayoritas beragama Islam dengan nuansa keagamaan yang dominan, kerukunan dan toleransi dengan pemeluk agama lainnya tetap terjalin harmonis.
“Pada akhirnya terjadilah kesejukan dalam beragama, dan jauh dari konflik selama 10 tahun terakhir. Walaupun ada, itupun kecil-kecil saja” ujarnya. Persoalan kecil itu di antaranya dalam hal pendirian tempat ibadah agama lain di tengah mayoritas penduduk beragama Islam.
Dikatakan, sejak tahun 2008 FKUB terbentuk, ada lima agama yang diakui, sisanya organisasi kemasyarakatan yang terhimpun di dalamnya. “Tujuan terbentuknya forum FKUB sendiri dalam upaya mendukung pemerintah, di antaranya mensosialisasikan persyaratan untuk berdirinya tempat ibadah,” kata Maskur.
Sementara Ketua LK3 Banjarmasin Abdani Solihin menyampaikan, diskusi persoalan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) dengan menghadirkan staf kedutaan Belanda ini untuk mempelajari persoalan kebebasan beragama di tanah Banjar.
“Diskusi ini mencoba mengurai dan mencari solusi tentang kebebasan beragama, pendirian rumah ibadah, intoleransi, dan persoalan lainnya seperti sulitnya pendidikan anak masyarakat Kaharingan,” ungkap Abdani.
Abdani menilai, walau suasana beragama di Kota Banjarmasin terbilang harmonis dan rukun, namun beberapa persoalan kecil masih ada. Di antaranya ihwal pendirian rumah ibadah. Karenanya, kata Abdani, perlunya didorong Perda Toleransi dengan harapan akan lebih terciptanya kebebasan beragama di tengah masyarakat.@