PERJALANAN MENCARI KEKASIH
ke bandung juga ini pagi mencari kekasih
yang pergi membawa bunga karang nusakambangan
mungkin sekarang telah menyamar perempuan priangan
yang gelisah dan melupakanku
bisa jadi ia telah menjadi penari topeng atau jadi penunggu taman kota
yang tak terurus, tapi aku menginginkan; ia sudah jadi penyair yang selalu
menulis di hati-embun di langit-jiwa!
(di tengah perjalanan ini, izinkan sebentar aku mengingatmu
yang tengah asyik menggembala nasib di keriuhan kota)
: apakah ini bandung, tapi kenapa begitu panas
aku tersasar di jalan asia afrika; beberapa saat mengunyah debu
(dan sampai juga aku di savoy homann bidakara hotel
kupilih kamar 459. aku ingin menulis puisi yang hangat)
aku gemetar, tapi baiklah; aku ikuti kemauanmu untuk menyium keningmu
tapi kenapa kaumemaksaku bersepatu hitam dan berbaju batik lengan panjang
selama di savoy homann bidakara hotel?
hatiku panas-dingin, bersukacita dan teramat takut kehilangan kau
(berbaju batik juga aku malam ini, mendengarkan lagu lama
dan sebuah hymne yang melambungkan diriku, ke masalalu yang getir)
beri aku pisau-waktu; jerit-batinku, agar di aula dingin ini aku tak membeku jadi mumi
dan ingin kubedah batok kepalamu; mengeluarkan seluruh nanah-darah dari bakteri puisi
yang sudah begitu lama mengendap dan meruyak
lalu bila malam nanti engkau sudah tidur, aku menjaga mimpimu agar tak ke mana-mana
dan tubuh malam kupeluk dalam sunyi: samasekali aku tak ingin menyentuhmu
aku lebih memilih menulis puisi dengan sepenuh hati
esok pagi bila engkau sudah bangun tentu, setelah solat subuh matikan saja seluruh lampu
aku mau tidur sesaat sebelum mengantarmu membacakan seluruh puisi
yang kutulis semalam
di taman anggrek tidak begitu jauh dari air-terjun yang bening
aku sangat ingin melihatmu mandi-mandi di air-terjun yang bening sambil terus berteriak
membacakan puisiku, tidak begitu jauh dari taman anggrek itu!
(tetapi kawan, beri aku jalan keluar, ini pagi aku harus makan apa?
menu yang tercatat di meja kamar savoy homann sungguh aku gak ngerti
: cream caramel, choice of ice cream, bidakara fried banana and cheese, sliced fruit in
season, tiramisu cake, noisette of lamb chop limousine, choice one pasta would you like,
choice of would you like sandwich, the homaan club sandwich, herb crussed fillet of
salmon, beef steak andalouse!
kawan, aku mau sate padang saja!
atau lontong gulai pakis!)
aku lebih pilih tak makan apa-apa
aku lebih suka hanya tertawa-tawa
hahaha!
dan siang ini; aku tahu matamu telah begitu lindap dan berat
sudah beberapa hari kau nyaris tak memicingkan mata
dari itulah, tidurlah, tak baik untuk badanmu yang kian pipih
dan daya juangmu yang sudah sangat lemah
dalam bertarung melawan kebenaran akal dan pikiran
: bertarung tidak harus memaksakan diri, chin
jadi tidurlah kau sekarang; aku berjaga di luar kamar saja
seraya mengelus jemari-sunyi.
matahari pagi serupa mata-hantu
aku tinggalkan bandung
hanya membawa seserpih kenangan jingga
kekasihku benar telah jadi penyair
menghabiskan waktunya di apartemen
dan di rumah-rumah sastra
ia sungguh tak mau mengenaliku lagi
bunga karang nusakambangan telah hilang
ia lebih memilih meniup bansi
dan mendendangkan eleginya daripada menemuiku
(setelah beberapa hari pergi
di rumah aku menemukan jasad sunyi tengah bernyanyi-nyanyi seraya menari
lalu perlahan merebahkan jasadnya di atas tempat tidurku
wajahnya begitu bestari!)
‘Weisku, Engkau Tak Perlu Cemburu!
1.
sampai detik ini, sudah berapa lama kau merindukannya
seperti aku merindukan ‘weisku?
setahun, dua tahun, atau hanya hitungan jam saja?
atau engkau pura-pura tidak merindukannya
seperti aku pura-pura tidak merindukan ‘weisku?
aku mengunyah nasi rasa sekam, menelan air rasa laut
apakah kau sudah makan siang dan minum, ou, rasa apa?
2.
entah itu hujan entah itu panas
entah itu mawar entah itu anggrek
bisa jatuh cinta kapan saja
apalagi mawar ‘weisku anggrek ‘weisku
yang tumbuh subur karena sentuhan seorang novelis
sesiapa bisa sangat menyukainya
entah itu siang entah itu malam
o, pertemuan mawar ‘weisku dengan percik matahari di siang itu
engkau tak perlu cemburu!
3.
sebelum tidur cerita ‘weisku tentang sekerat cinta
yang mekar serupa anggrek hitam
di halaman rumahmu
adalah debur gelombang
membentur-bentur karang
adalah nyanyian dan ratapan sepanjang malam
di telinga kekasih ‘weisku!
4.
kaulihat ia berlari meninggalkan masalalunya yang ungu?
ia ingin serupa ‘weisku; tegar dengan luka-luka
tak perduli dengan retak cinta
tapi ia selalu saja takjub pada air terjun lembah anai
selalu terlambung-lambung di ngarai sianok
juga pukau merapi dan singgalang yang kokoh
yang mangajarinya arti ketabahan dan kesetiaan
mengajarinya kearifan dan kebersahajaan!
5.
manusia berakal dan berhati tidaklah membuat orang lain kesal
‘weisku tahu benar akan hal itu
maka ketika di sekitarnya ditemui banyak orang seperti tidak berakal
tidak berhati, ‘weisku selalu berusaha sabar dan mengalah
tetapi kalau orang itu otak udang, hati batu
dan jelas-jelas melukai perasaannya
sebagai manusia biasa ternyata ‘weisku bisa meradang!
6.
mestinya kalian tidak perlu ikut-ikutan terkejut
melihat seorang sahabat ‘weisku, setiap sangat lapar
ternyata hanya mengunyah sepotong cahaya pelangi yang dikristalkan
di dinding dalam rumahnya yang sangat sederhana
sebab menurut sahabat ‘weisku yang penyair tersebut
ritual mengunyah kristal pelangi dilakukan karena
tidak mau merepotkan orang lain menyiapkan makanan
kelihatannya aneh dan tidak masuk akal
tapi begitulah adanya
tentu kalian boleh berpikiran dan berpendapat
atau sekadar menduga-duga bahwa
sahabat ‘weisku tidak akan mampu menulis selembar puisi pun
bila tidak mengunyah-nguyah kristal pelangi yang menempel
di dinding dalam rumahnya yang amat sederhana itu!
7.
siapa yang mau membacakan majalah dan koran di telingamu
bila matamu setengah buta?
tentulah kekasihmu yang bernama ‘weisku
bahkan ‘weisku akan terus membaca walau dirimu telah tertidur
dan bila di tengah malam dirimu terbangun
segera ‘weisku membacakan cerpen-cerpen danarto, seno gumira, joni ariadinata
dan bisa pula dilanjutkan membacakan puisi sapardi, w. tukul, tardji sampai pagi
sampai kau tidur lagi!
8.
siapa yang pertama engkau ingat ketika pertama membuka mata tadi pagi?
apakah ‘weisku, nueiku’ ataukah seseorang yang selalu menyelinap dalam sajak-sajakmu?
SAMPAN CAHAYA
kenapa kauragu-ragu masuk ke dalam pelabuhan?
sampan cahaya masih kusandarkan di dermaga ujung selatan
masuklah! bukankah engkau sangat suka aroma laut?
atau kau sudah lupa pada sebongkah batukarang di ceruk selat
tempat kita dulu berdendang dan menulis puisi?
masuklah, segera kita naik sampan cahaya
jika kau ingin mengayuh sampan lebih jauh
kita bisa sampai ke ujung selat
kita bangun rumah kecil dari pasir dan kerang
jauh dari hiruk-pikuk
tapi apakah kauyakin untuk semuanya itu?
engkau mengangguk rupanya
menerabas gerbang pelabuhan
kau berlari ke dermaga ujung selatan
kau melompat ke sampan cahaya
katamu: kayuhlah sampan ini bung penyair!
aku pun mengayuh sampan dengan dada berdebar
peluh dan darahku mengucur membasahi pendayung dan pendar-hatimu.