Repertoar Kangen

1.laut
terkhusus yang berombak atau pasang
lalu surut hingga bersambung dalam detak
betapa kangen tercipta dari gerak bintang
selatan. dari kertap lunas sampan

setiap pikiran sampai di laut
matahari selalu tenggelam dalam diriku
kesedihan yang sama petangnya
selalu mengalahkan kelelakian

2.rumah
hal-hal yang tidak kalah sederhana
semisal rumah kita menghadap ke utara
katamu, supaya bisa menerima
dengan tabah angin masuk lama-lama

atau sekali-kali memang tempat
berdiam di beranda, sambil menunggu
matahari terbit kembali dari diri kita

Yogyakarta, 2020


Catatan Kepulangan

aku mencatat sebuah perjalanan
melompati hutan-hutan dan rawa
sambil melihat langit yang kotor
sesekali memang menemukan
hutan terbakar dan mereka bersorak
seolah-olah sudah mencapai puncak
dari seluruh kemenangan

tidak terlupa pula, ombak kucatat
dengan debur-debur yang membasahi
sampul buku berjilid-jilid ini
palka kapal yang lurus dengan dada
dari guratan matahari
tegak di punggung kapal kami

lama-lama
kami akan mencatat, sebuah
perkumpulan dari macam-macam
kebohongan; menonton ludruk
dan segala sesuatu yang tampak
tidak akan pernah mustahil

Yogyakarta, 2020


Anderenat*

oh, kapas putih di langit
kami memuja sampai lebam hitam
tenggelam dari pikiran dan tepi-tepi
sungai di ujung hutan

mantra-mantra warisan, kami
lempar ke relung tanah paling dalam
berharap air muncrat dari arah
mana saja. asal kemarau tidak
menghajar kepala-kepala pepohonan

sebenarnya, sebuah tembang masih
terlalu luas untuk menyimpan kesedihan
menyimpul runcing-runcing hujan
yang selalu mengejar tanah agar berpelukan

sebuah tembang yang hanya tertanam
di tepian hati yang retina, di dada
setengah retak dan berlubang

Yogyakarta, 2020
*tradisi memanggil hujan masyarakat Giliyang


Awan-Awan Berarak
(ditelaah dari sebagian bait kasidah burdah al-Busyiri)

di atas kepala, di bawah ketinggian langit yang kental
dengan warna biru. awan-awan berarak melindungi
tubuhmu yang serba putih dililit sutera
seorang pendeta yang mengucap nabi terakhir
sebab di punggumu tertulis, semacam rajah

kelak yang kupilih satu sebagai pengenal jalan
sebagai satu-satunya alamat yang kami rebutkan
melewati jalan-jalan bercabang
dan pohon yang dahulu menunduk dan pelan
bersujud di kakimu

di atas kepala, awan yang semula berbentuk domba
meratapkan kelim-kelimnya. membentuk
semacam payung, sebab tiada panas yang pantas
menyentuh tubuhmu, mengecup keningmu

Yogyakarta, 2020