HUJAN KENANGAN

Sore itu kau peluk erat tubuhku
Ada gigil tampak dari dirimu
Disaksikan aspal basah
Sekelebat hujan telah membawamu
Ke janji yang resah

Kau pun terus memegang tanganku
Tak ingin lepas
Kau menatapku dengan mata tajam
Air matamu kemudian jatuh
Dan kau berkata,
“Jangan kau anggap aku musuh
Jika nanti kita tak bersama.”
Aku hanya terseyum lirih
Bagaimana mungkin kita bisa terka
Jodoh adalah kuasaNya

Hari semakin senja
Hujan pun reda
Kau dan aku kembali berjalan
Di aspal basah
Telah menyisakan retak cerita
Tentang hujan kenangan
Kita berdua

Kotabaru, 2018

 

SARANJANA

Sayup-sayup kudengar mereka menghaburkan cerita
“Saranjana”. Tempat di mana ada batasan
Desau angin berhembus di lelautan
Suara-suara malam terdengar sampai ke perkampungan

Di sebuah gunung ada peradaban
Suara deru kota terdengar sampai ke telinga
Mereka menjelma layaknya manusia
Dan aku masih membaca semua kejadian

Saranjana!
Di kota ini mata luka telah terbuka
Manusia mulai berkuasa
Mematikan tanah halimun
Mengeruk habis isi perutnya
Berpesta dengan kegilaan
Aura wajah dan tubuhnya telah raib dimangsa pengintai

Saranjana!
Musim kian biadab mengendap
Tikus kian membuncitkan perutnya
Menyelinap di malam buta
Mengabarkan sebuah duka
Bahwa kini kotamu beringsut celaka

Saranjana!
Manusia mulai membuat peraturan sendiri
Ketika murka menjelma
Ke mana kita mengadu, kalau bukan kepadaNya

Kotabaru, 2018

 

BERGURU KEPADA RINDU

Barangkali ingin kumamah lipatan hari
Dari waktu ke waktu
Dan terus berlalu
Ada getar rindu, retak tumbuh jadi baru

Berguru kepada rindu
Telah membawaku ke dalam arti menunggu
Walau kubayangkan bekas bibirmu
Yang telah mengucap kata syahdu
“tenang, aku akan selalu ada untukmu,” ucapmu

Ayat-ayat yang kau lontarkan
Telah membuatku terpaku
Menembus lapisan langit
Mengguguskan semesta
Tertimbun reruntuhan angan
Meretas harapan palsu
Aku hangus dalam api cinta

Aku tahu setiap yang kumiliki pasti hilang
Sebab tak ada yang lekang
Pun tentangmu akan singgah ke tempat bahagia
Seraya meresapi angin sepi dan sepi sekali
Maka aku telah belajar merindu

Kotabaru, 2018

 

KUPU-KUPU

Dulu aku sangat senang melihat kupu-kupu
Hinggap di bunga, terbang di jalan, hingga bertamu kerumahku
Indah berwarna, mengepakkan sayapnya
Tidak ada yang patah
Pun kalau terjadi maka sulit untuk merawatnya

Semenjak aku tumbuh dewasa
Kupu-kupu yang dulu kulihat kini bersarang di rumah luka
Tak pernah kukenali lagi keindahannya
Yang ada sayapnya telah patah ditelan kerasnya hidup

Banyak tamu yang datang menjemputnya
Membuka pintu dengan leluasa
Menikmati hampir tiap malam menjelma
Kupu-kupu sekarang yang kulihat
Kini terbaring di kamar- lemas tak bernyawa
NaPasnya megap-megap
Senggama, sungguh malang

Aku ingin kembali seperti dulu
Menjangkau masa lalu
Melihat kupu-kupu indah
Tanpa harus menyaksikan peristiwa luka
Tanpa harus ada hukum jual beli
Hanya untuk menikmati keindahannya
Lalu pergi seenaknya

Kotabaru, 2018