WANGSIT LANGIT
apa yang kau tebak dari warna langit yang menderu itu?
seperti teka-teki tempat tanpa peta yang khianat kepada pagi dan secangkir kopimu
bisakah warna itu membuatmu menggeremangkan larik-larik puisi octavio paz
serupa kau tembangkan suluk-suluk keramat yang disingitkan waktu?
mungkin dalam heningmu, warna-warna berubah hanya jadi kelabu
seperti bayang-bayang remang masa lampau yang melambai pada sejarah
langit tetap menderu dengan isyarat-isyarat warna
engkau pun bersila serupa samadi
namun bukan wangsit yang kau dengar
: hanya gumam-gumam nglindur yang nyinyir
dari mulut para perempuan yang hanya sibuk berpupur.
2020-2021
KERETA SENJA (1)
*) mengenang Mas Iman Budi Santosa
waktu beringsut menghilang menjelma kekal
senja menganga menelan segala jarak yang berubah pekat
panjang menjulur-julur di rel-rel dingin mengejar kilometer-kilometer lelah
“Mas, perjalanan ini apakah sudah genap?” gumamku bertanya.
(kau tak menjawab sepatah huruf pun hanya senyummu seolah menunjuk arah yang jauh)
kereta terus saja melaju tinggalkan jarak
melintasi stasiun-stasiun yang dihisap candikala
entah akan singgah di mana, entah dilintasan mana.
entah ini perjalanan, entah kepulangan
hanya lambaian yang pamit tanpa kata-kata.