Saya tak sabar menyongsong pagi usai menonton Cyber Hell: Exposing an Internet Horror (CH: EaIH) pada pekan ketiga Mei 2022, beberapa hari setelah perilisan film dokumenter bergenre kriminal tersebut di Netflix.

Beberapa kali saya melongok ke kamar tengah, tempat kedua putri kami yang masih berusia 10 dan 9 tahun sedang terlelap. Kalau mereka terjaga, ingin sekali saya mengutarakan kekhawatiran terhadap bahayanya dunia maya sekaligus mewanti-wanti mereka memperhatikan rambu-rambu dalam bermedia sosial. Saya tak bisa membayangkan kalau keluguan anak-anak bertemu dengan sosok seperti Baksa atau Godgod, akun-akun pelaku pelecehan seksual terhadap anak-anak dan remaja perempuan di Korea Selatan di ruang-ruang obrolan (grup) yang mereka kelola di Telegram.

Karya dokumenter besutan Jin-seong Choi berdurasi 1 jam 45 menit itu membongkar keberadaan grup-grup Telegram yang menyebarkan foto dan video para budak, begitu mereka menyebut para korban, kepada para pelanggan yang ternyata berada di ruang obrolan yang sama!

Grup-grup itu ternyata tidak terlalu sulit diakses. Begitu calon pelanggan menunjukkan ketertarikan pada konten-konten pornografi dan—penyimpangan—seksualitas, pintu anggota terbuka lebar.

Calon pelanggan tinggal membayar iuran dalam mata uang kripto dengan nilai 200.000 won untuk anggota biasa, 500.000 won anggota VIP, dan 1.000.000 won untuk premium.

Di ruang obrolan yang jumlahnya puluhan itu, Baksa dan Godgod menunjukkan kedigdayaannya dengan menyebarkan foto dan atau video para budak yang menolak melakukan permintaan mereka. Tak jarang, bersama Baksa/ atau Godgod dan para pelanggan merundung para budak—dengan memintanya melakukan ini-itu atau mengeluarkan kata-kata yang mengarah pada kekerasan dan penyimpangan seksual yang susah dinalar—di waktu yang sama.

Baksa dan Godgod menjerat para korban dengan menghubungi para gadis—yang biasanya berstatus pelajar—lewat akun media sosial mereka. Berkedok sebagai agen model atau bintang iklan atau pekerjaan yang hanya membutuhkan foto diri sebagai syarat awal, pelan-pelan kedua bandit itu menyeret calon budak ke dalam permainan. Pendek kata, calon budak mudah tergoda oleh iming-iming mendapatkan uang dengan cara instan!

“Kamu sepertinya cocok jadi model?” Ketika foto seluruh atau separuh badan calon budak mendapatkan respons demikian, perangkap itu sedang berjalan mendekat. Begitu gadis-gadis  itu menunjukkan antusiasme, permintaan-permintaan foto yang lebih vulgar pun dilayangkan.