Di bawah jiwaku, mengalir sungai-sungai.
Surga ada dalam diriku.

Lalu kenangan itu tumbul tenggelam.
Di Batang Sosa, ibu-ibu mencuci, anak-anak menyanyi,
mengangkat batu, mencari udang. Telanjang.

Aku teringat mimpi di alastu, tentang bus yang mengapung dari hulu,
penuh muatan, berwarna merah dan orang-orang tertawa.
bus itu kesulitan bergerak di arus dangkal, meski kemudian perlahan
terus hanyut dan mengapung di lubuk.

Orang-orang mencari dan menemukanku tersangkut di pembatas sungai
dari batang-batang nira besar. aku selamat dari kematian sebelum dewasa.

Di bawah jiwaku, mengalir sungai-sungai.
Surga ada dalam diriku.

Lalu kenangan itu timbul tenggelam
Di Tarikan, sepasang jerigen kutenggelamkan dengan enggan,
kuangkat dan kuangkut bolak-balik rumah sungai.
aku terlalu kanak-kanak untuk tidak bermain; kuletakkan jerigen
di pattar bambu, aku bemain kelereng ditemani monyetku
si pemakan pisang, si pemangsa kutu. Kakakku mengutukku
jadi apa saja yang durhaka.

Aku diancam tak makan, maka kubiarkan tubuhku lapar,
aku disuruh pergi, aku pun lari ke hutan pinggir sungai.
memeluk, menumbuk, bersandar, marah dan bersedih ke sebatang
karet tua, lalu mataku tertuju pada ikan gappual yang berenang,
begitu saja sedihku sudah.

Bagaimana dengan Sungai Kapojan, Sungai Kanteh, Sungai Siak?
Waktu terlalu tutu jika kualirkan segala cerita padamu.

Di bawah jiwaku, mengalir sungai-sungai.
Surga ada dalam diriku.

Di atas jembatan kota Pekanbaru – Rumbai,
aku duduk dan memandang jauh, sungguh jauh.
lalu kenyataan buyar, dan tercebur aku ke masa lalu.
Di permukaan Sungai Siak ini, kakek kandung dan nenek tiriku
pernah tidur, makan dan berak hampir sewindu, ya, mereka mengapung
bersama rumah mereka yang drum, yang papan, yang jembatan
penghubung daratan – sungai.

Kuingat ikan-ikan mas dalam keramba, tak kutahu mana jantan mana betina,
kuperhatikan saja. Kuingat lampu-lampu kapal yang labuh itu indah dari petang
hingga subuh, tivi hitam putih nyala berganti-ganti cahaya.
Lalu kuingat sangat-sangat, rumput-rumput sungai mengapung
dan hanyut perlahan, juga mainan-mainan, kakek mengambilnya
dengan galah-galah panjang.

Dari cerita ibu, aku pernah mengejan di wc apung, lalu terjatuh
ke sungai, menangis menjerit-jerit, memegang kayu-kayu pinggir jamban.
malaikat maut tak menyukai anak kecil penakut sepertiku, aku pun selamat.

Kumandang maghrib bertalu-talu, kulihat senja kian beranjak,
airmataku jatuh atas nama Tuhan yang timbul tenggelam,
di sungai dadaku.

Robbana, jiwaku kehilangan sungai lalu kerontang.
Surga berhulu dari sungai mana?

Kubang Raya, 6–7 Juli 2021